Ekonom Dorong Maksimalkan Potensi Pajak Selain Cukai Rokok
![Ekonom Dorong Maksimalkan Potensi Pajak Selain Cukai Rokok](https://cloud.jpnn.com/photo/arsip/normal/2017/04/23/84b21b0ad2ea362fdbfd4e9eaf301ad3.jpg)
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Vid Adrison mengatakan bahwa pemerintah harus memanfaatkan sumber pajak lain selain cukai, termasuk dari cukai rokok.
Hal itu diungkap kepala Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Vid Edison dalam diskusi virtual "Pandemi, Harga Cukai, dan Naik Perokok Anak", Sabtu (9/5).
Menurut Vid, fakta pertama bahwa merokok berbahaya sehingga konsumsi harus dikendalikan. Kemudian, fakta kedua adalah bahwa revenues dari cukai itu besar sekali.
Nah, Vid mengatakan, kalau seandainya mau pro pengendalian, berimplikasi pada revenues. Sebaliknya, kalau pro revenues pasti implikasinya pada pengendalian.
Namun, Vid menjelaskan sebetulnya ada sesuatu yang salah bila dilihat dari aspek lain, tax revenues Indonesia rendah yakni 9 persen tax to GDP ratio.
Menurut Vid, implikasinya adalah ketika penerimaan dari sumber lain rendah maka pemerintah akan memanfaatkan dari cukai.
"Padahal sebetulnya filosopi cukai itu adalah pengendalian bukan untuk revenue," tegas Vid. "Sekarang pertanyaannya kenapa di negara lain itu bisa berhasil? Sederhana, karena tax revenues mereka tinggi," kata Vid.
Jadi, Vid menegaskan, selama tax revenues rendah, maka pasti tidak akan selesai pro dan kontra apakah pro pengendalian atau revenues. "Jujur, tidak akan selesai," tegasnya.
Ekonom meminta pemerintah meningkatkan sumber pendapatan pajak selain cukai. Kalau tidak, persoalan akan terus berulang.
- Coretax Bikin Masyarakat Resah, ORI Minta DJP Segera Beri Solusi
- Coretax Sering Galat, Sri Mulyani Janji Bakal Perbaiki Sistem
- Legislator Demokrat Anggap CoreTax Solusi Perpajakan Baru, Meski Ada Kendala
- Sri Mulyani Terbitkan Aturan Insentif Pajak Kendaraan Listrik
- Falcon Strategic Consulting Sosialisasikan CoreTax, Platform Pajak Terbaru
- Tak Pernah Menikmati Pendapatan, tetapi EMA Tanggung Beban Pajak yang Tidak Logis