Ekonom Ini Sangat Yakin Keperkasaan Rupiah Tidak Bertahan Lama

“Namun, di balik semua itu indikator eksternal ekonomi yang lebih fundamental dalam menyangga mata uang yaitu neraca perdagangan, transaksi berjalan, dan neraca pembayaran, tetap mengalami defisit,” kata Gede.
Pada April 2020 BPS mencatat ekspor Indonesia USD 12,19 miliar. Nilai ini anjlok 13,3 persen bila dibandingkan Maret 2020. Anjlok 7 persen bila dibandingkan April 2019. Sementara impor pada April adalah USD 12,54 miliar. Nilai ini turun 6,1 persen bila dibandingkan bulan lalu. Secara total pada April 2020 Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan USD 350 juta.
Adapun indikator eksternal seperti transaksi berjalan pada kuartal I-2020 (Jan-Maret) tercatat masih defisit USD 3,9 miliar. Sementara neraca pembayaran (balance of payment/BOP) pada periode yang sama juga mengalami defisit USD 8,5 miliar.
"Sangat buruk bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 ketika BOP meraih surplus USD 2,4 miliar," tutur dia.
Kesimpulannya, lanjut Gede, penguatan rupiah saat ini hanya akan sementara. Sebab, penguatannya yang mengikuti tren pelemahan dolar AS dan ditunjang doping dari Kemenkeu, BUMN, dan BI hanyalah artifisial belaka.
“Saat pasar menyadari fundamental ekonomi Indonesia yang lemah, yang kondisinya akan tetap begini hingga akhir 2020, maka situasi akan berbalik,” pungkas Gede. (boy/jpnn)
Analis ekonomi dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR) Gede Sandra mengatakan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini hanya mengikuti tren dunia
Redaktur & Reporter : Boy
- Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Melemah, IHSG Juga
- BI Buka Suara soal USD yang Disebut Anjlok di Google
- Ini Penyebab Rupiah Lesu Terhadap Dolar AS
- Awal Tahun, USD Hari Ini Masih Bertengger di Rp 16 Ribuan, Kapan Turun?
- Rupiah Anjlok Lagi, Per USD Tembus Rp 16.313
- Pemerintah Fokus Menjaga Aliran Investasi untuk Pembangunan Masa Depan