Ekonom: Ramadan dan Idulfitri Tahun Ini Berbeda, Inflasi Landai
jpnn.com, JAKARTA - Ekonom sekaligus pengajar Perbanas Institute Piter Abdullah mengatakan, Ramadan dan Idulfitri tahun ini memang sangat berbeda dengan biasanya seiring kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan imbauan tidak mudik guna menekan penyebaran COVID-19.
Ini dilihat dari tekanan inflasi yang tidak cukup besar dan landai, terutama bila dibandingkan dengan kondisi normal.
"Jika dibandingkan hari-hari biasa, memang seminggu sebelum Idulfitri terdapat kenaikan permintaan terhadap berbagai kebutuhan sembako dibandingkan kondisi normal, tetapi jauh sekali lebih rendah," terang Piter dalam pesan elektroniknya, Rabu (27/5)
Dengan permintaan yang jauh lebih rendah, sementara pasokan sembako dijaga oleh pemerintah, maka inflasi lebih stabil.
“Tidak ada lonjakan inflasi yang terlalu besar,” ucap Piter.
Ia menjelaskan, fenomena inflasi di Indonesia utamanya adalah fenomena suplai termasuk di antaranya adalah permasalahan distribusi.
Panjangnya rantai distribusi dan adanya pihak yang bermain, seringkali mengakibatkan kegagalan pasar, harga mengalami kenaikan tidak wajar.
Menurut Piter, persoalan itu perlu terus diperbaiki dan wabah Covid-19 seharusnya bisa menjadi momentum.
Ramadan dan Idulfitri di tengah pandemi COVID-19, tekanan inflasi yang tidak cukup besar dan landai, terutama bila dibandingkan dengan kondisi normal.
- PPN 12 Persen Berpotensi Picu Inflasi Serius
- Pasar Keuangan Global Makin Tak Pasti, Negara Berkembang Perlu Waspada
- Komite IV DPD RI Dorong Mendag Mendukung Integrasi Perdagangan Antarpulau Melalui Platform Digital Nasional
- Usut Kasus Pengadaan APD Covid-19, KPK Periksa Song Sung Wook dan Agus Subarkah
- Menag Sebut Masjid di IKN Bisa Dipakai untuk Salat Idulfitri 2025
- Presiden Prabowo Apresiasi Upaya Pengendalian Inflasi Daerah di Rakor Kemendagri