Ekonom Sebut Bansos Mutlak Dibutuhkan, Kalau Perlu Ditambah

Ekonom Sebut Bansos Mutlak Dibutuhkan, Kalau Perlu Ditambah
Warga mengantre pencairan bantuan sosial tunai kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kantor Pos. Bansos Tunai sebesar Rp 600.000 untuk masyarakat yang terdampak Covid-19. Foto: Ricardo/jpnn.com

“Dari sisi penerima, perlu dipertegas supaya bagaimana orang yang menerima bansos bisa naik kelas. Mereka harus dibantu supaya tidak menerima bansos lagi,” jelas Teguh.

Strategi kedua adalah adaptive social protection atau pemberian bantuan berbasis kebutuhan. Strategi inilah yang sudah diterapkan di banyak negara maju, yang memungkinkan masyarakat menerima bansos setelah mendaftarkan diri.

Teguh berharap Indonesia bisa mengadopsi strategi tersebut, karena pemberian bansos saat ini masih menerapkan pendekatan top down, yaitu negara menentukan siapa yang layak atau tidak layak meneriman bantuan.

“Misalnya, ada orang yang tiba-tiba kena PHK dan penghasilannya langsung drop. Mereka kan perlu bantuan. Dengan sistem yang sekarang, mereka tidak bisa menyatakan kalau saya butuh bansos,” tuturnya.

Terlepas dari kekurangannya, Teguh mengapresiasi bansos dalam bentuk Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang diluncurkan sejak 2017.

Menurutnya, BPNT menjawab persoalan klasik terkait apakah lebih baik memberikan bansos dalam bentuk uang atau sembako.

“Jadi. BPNT itu inovasi yang sangat baik. Uang ditransfer ke dalam kartu dan kartunya bisa dibelanjakan untuk barang tertentu. Itu juga bisa menghidupi warung-warung kelontong,” tambah Teguh. (mcr4/jpnn)

Teguh Dartanto menegaskan bahwa bantuan sosial (bansos) merupakan kebijakan mutlak yang harus negara sediakan untuk rakyatnya.


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News