Ekonom UI: Tidak Selamanya Resesi Berujung Krisis Ekonomi
Namun, secara kuartalan atau dari Kuartal II ke III, tumbuh 5 persen.
"Ini adalah turning poin. Jadi, saya sepakat dengan pernyataan Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) bahwa the worst is over, dan bahwa Indonesia sudah sangat adaptif," katanya.
Ia melanjutkan, salah satu indikator ekonomi cukup adaptif dan solid di masa pandemi Covid-19 ini ialah bila membandingkan faktor intervensi pada Kuartal II dan III.
Q"Faktor intervensi yang bisa kami bandingkan itu adalah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) Jilid I dan II," tegasnya.
Menurut Fithra, saat PSBB Jilid I berlaku, angka PMI anjlok tinggi sekali dari level 47 ke 27.
Ia menambahkan setelah sempat memasuki masa ekspansi di Agustus 2020, angka PMI berada di level 50,8 persen.
Namun, ketika ada PSBB Jilid II, level PMI memang anjlok lagi pada level 47.
"Namun, coba dibandingkan, magnitude-nya jauh lebih kecil. Anjloknya jauh lebih sedikit dibanding sebelumnya. Bahkan sekarang reborn lagi ke level 47,08," ujarnya.
Perekonomian Indonesia mengalami resesi teknis karena tumbuh negatif selama dua kuartal berturut-turut, tetapi resesi belum tentu berujung krisis ekonomi.
- Kemendagri Tekankan Pentingnya Perbaikan Sistem Perizinan untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi
- Menko Airlangga Yakinkan Investor Global: Fundamental Ekonomi Indonesia Kuat
- Pemerintah Optimistis Ekonomi Indonesia Mampu Tumbuh di Atas 5 Persen Sepanjang 2024
- Mendagri Tito: Daya Beli Masyarakat tidak Menurun, tetapi Meningkat
- Catatan Ketua MPR: Hilirisasi SDA Butuh Iklim Usaha Kondusif
- GEKRAFS Yakin Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 8 Persen di Pemerintahan Prabowo-Gibran