Ekonomi vs Politik
Oleh Dahlan Iskan
Tetap saya baca sampai selesai. Pun yang tidak saya sukai. Saya baca.
Saya ingat ilmu petuah di pesantren: batu pun bisa berlubang oleh tetesan air. Hanya diperlukan konsistensi. Istikamah. Dalam waktu yang lebih lama. Dan diperlukan kesabaran yang tinggi.
Zaman itu ada majalah Prisma. Tiap terbit saya baca. Pinjam kanan-kiri. Isinya banyak yang tidak saya mengerti, tetapi rasanya bergengsi kalau ke mana-mana menenteng majalah itu.
Itulah majalah terbitan Lembaga Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Lembaga itu pula yang mendidik saya menjadi wartawan. Selama tiga bulan. Diasramakan di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Atas biaya salah satu yayasan dari Jerman.
Menteri-menteri ekonomi zaman awal Pak Harto selalu menulis artikel di situ. Mereka itulah yang disebut teknokrat. Yang dianggap sebagai peletak dasar-dasar ekonomi Orde Baru itu.
Pak Harto begitu tunduk pada para ekonom itu. Misalnya dalam hal pengendalian penduduk.
Prof Dr Widjojo Nitisastro adalah ahli ekonomi demografi. Saya baca buku beliau di bidang ini. Yang awalnya juga tidak saya mengerti: pentingnya pengendalian pertumbuhan penduduk dalam pembangunan ekonomi.
Pak Harto lantas menerapkannya. Dengan all out. Lewat program 'dua anak cukup'. Secara sabar dan konsisten. Termasuk sabar dalam menghadapi tentangan para ulama. Yang tidak setuju KB.