Eks CEO Nissan Kabur dari Jepang, Aparat Turki Tangkap 4 Pilot
jpnn.com, ISTANBUL - Otoritas di Turki telah menahan tujuh orang yang terkait pelarian mantan CEO Nissan Carlos Ghosn dari Jepang. Ghosn yang seharusnya menjalani penahanan rumah di Jepang, berhasil lolos dan pulang ke Lebanon melalui Bandara Istanbul, Turki.
Laman Hurriyet mengabarkan, polisi menangkap tujuh tersangka yang terdiri atas empat pilot, dua pegawai perusahaan layanan darat di Bandara Istanbul, serta seorang pekerja kargo. “Penangkapan dilakukan setelah kepala Kejaksaan Istanbul mengadakan penyelidikan atas pelarian Ghosn ke Lebanon melalui Bandara Istanbul,” tulis Hurriyet yang mengutip sumber resmi.
Ghosn yang berasal dari Lebanon kabur dari Jepang untuk menghindari proses hukum. Seharusnya pria berpaspor Lebanon, Prancis dan Brazil itu menghadapi meja hijau terkait dugaan penyalahgunaan keuangan perusahaan.
Pebisnis kelahiran 9 Maret 1954 itu sempat mendekam di balik jeruji besi di Tokyo Detention Center. Namun, Ghosn yang menyewa pengacara kawakan Junichiro Hironaka memperoleh penangguhan dan menjadi tahanan rumah.
Paspornya juga disita oleh otoritas Jepang. Hingga saat ini ketiga paspor Ghosn masih dipegang pengacaranya.
Walakin, Ghosn berhasil meninggalkan Negeri Sakura itu dan tiba di negeri asalnya. Mantan CEO Renault itu lantas membuat pengumuman di Beirut, Lebanon bahwa dia kabur dari Jepang bukan untuk menghindari hukum. “Namun untuk lari dari ketidakadilan,” katanya.(hurriyet/skynews/ara/jpnn)
Otoritas di Turki telah menahan tujuh orang yang terkait pelarian mantan CEO Nissan Carlos Ghosn dari Jepang.
Redaktur & Reporter : Antoni
- Nissan & Dongfeng Berkolaborasi, Hadirkan Sedan Listrik N7
- Penjualan Anjlok, Nissan Terpaksa Pangkas Pekerja dan Kapasitas Produksi
- Mengenang Fethullah Gülen, Pejuang Pendidikan Turki yang Menginspirasi Dunia
- Drone dari Lebanon Menghantam Kediaman PM Israel Benjamin Netanyahu
- Siap-Siap, Nissan Akan Meluncurkan 16 Unit Mobil Listrik Baru
- Israel Serang Pasukan Perdamaian di Lebanon, Sukamta DPR: DK PBB Harus Beri Sanksi Keras