Eks Direktur WHO Sebut 3 Faktor Penghambat Turunnya Prevalensi Merokok di Indonesia

Faktor kedua, lanjut Tikki, negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah cenderung mengikuti arahan WHO yang memiliki sikap menolak terhadap pendekatan pengurangan risiko tembakau.
"Dampaknya, negara-negara tersebut sering kali mengalami keterbatasan dalam menilai manfaat dari implementasi pendekatan pengurangan risiko tembakau melalui penggunaan produk-produk tembakau alternatif," tuturnya.
Adapun faktor yang terakhir adalah maraknya misinformasi tentang produk tembakau alternatif yang menyebabkan pemerintah dan organisasi kesehatan menolak untuk lebih terbuka terhadap potensi produk tembakau alternatif.
Salah satu bentuk misinformasi yang paling umum adalah anggapan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang sama dengan rokok.
Semua poin tersebut cukup sulit diatasi dan mencerminkan posisi yang hampir tidak dapat didamaikan.
"Kelompok pengendalian tembakau bertujuan menciptakan masyarakat bebas nikotin, bagi saya itu bersifat ideologis dan sangat tidak mungkin tercapai. Sementara itu, kami di komunitas pengurangan dampak buruk tembakau memiliki tujuan kesehatan masyarakat yang lebih pragmatis,” pungkas Tikki.(mcr8/jpnn)
Mantan Direktur Riset WHO Tikki Pangestu menyatakan berbagai penelitian menunjukkan bahwa strategi pengurangan risiko tembakau memiliki pengaruh signifikan
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra
- Indonesia Luncurkan Indonesian Society of Regenerative Medicine
- Pertama di Indonesia, JEC Hadirkan One-Stop Service Kesehatan Mata Anak
- Siloam Hospitals Group Berjaya di Ajang Healthcare Asia Awards 2025
- Edukasi Penggunaan Produk Tembakau Alternatif Penting Dilakukan
- Bea Cukai Malang Ajak Satlinmas dan Masyarakat Gempur Rokok Ilegal Lewat Kegiatan Ini
- Stem Cell Berstandar Global Kini Bisa Diakses di Indonesia