Eksepsi Tom Lembong Ungkap Banyak Kejanggalan Dakwaan Jaksa

Sementara Kewenangan Pengadilan Tipikor dibatasi berdasarkan Pasal 6 huruf c UU 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor (“UU Pengadilan Tipikor”) jo. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (UU Tipikor).
Faktanya, pelanggaran ketentuan hukum positif yang dituduhkan penuntut umum dalam dakwaan, tidak memasukan atau mencantumkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU Tipikor, yang berarti dasar hukum yang dijadikan rujukan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum mutlak tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.
Oleh sebab itu, dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan perbuatan Terdakwa sebagai Tindak Pidana Korupsi dan sebagai perbuatan melawan hukum adalah TIDAK SAH, karena bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 14 UU Tipikor jo. Pasal 6 huruf c UU Pengadilan Tipikor.
Kedua, Perhitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP RI di dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Importasi Gula Di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d. 2016 Nomor: PE.03/R/S51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 secara nyata dan pasti, namun unsur Perbuatan Melawan Hukum dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor tidak terdapat cukup bukti (dhi. Ketentuan yang tidak secara tegas menyatakan sebagai Tindak Pidana Korupsi), maka penyidik seharusnya segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan (dhi.
Kementerian Keuangan) untuk mengajukan gugatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) UU Tipikor.
Ketiga, dari Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum diketahui, pihak-pihak yang melakukan pembayaran baik kepada Pajak dan/atau PT PPI sampai akhirnya oleh Jaksa Penuntut Umum dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan telah terjadi kerugian keuangan negara (in casu bea masuk, PDRI, dan jual-beli gula) adalah transaksi yang tidak dilakukan oleh Terdakwa melainkan dilakukan antara 9 (sembilan) Perusahaan Swasta selaku penjual Gula dan sebagai Wajib Pajak.
Dalam hal ini, pertanggungjawaban atas pembayaran penerimaan negara (in casu Bea masuk dan PDRI) merupakan tanggung jawab pribadi dari Wajib Pajak yang bersangkutan, dan sesuai dengan asas pertanggungjawaban personal dalam Hukum Pidana yang menyatakan pertanggungjawaban dalam Hukum pidana bersifat pribadi.
Dengan demikian, Terdakwa selaku Menteri Perdagangan demi hukum tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Dalam kasus ini, oleh karena Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya telah menetapkan Terdakwa sebagai Pihak yang ikut bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan 9 (sembilan) Perusahaan dengan PT PPI, secara terang membuktikan bahwa Jaksa Penuntut Umum telah error in persona dalam menetapkan TTL sebagai Terdakwa dalam Perkara ini.
Kuasa hukum mengungkap fakta yuridis menjadi poin penting betapa TTL tidak memiliki kesalahan apapun untuk disangkakan sebagai pelaku tindak pidana korupsi.
- Eksepsi Tom Lembong, Kejanggalan Dakwaan Jaksa dalam Kasus Importasi Gula Diungkap
- Eks Pimpinan KPK Anggap Pembahasan RUU Kejaksaan, Polri, dan TNI Bermasalah
- Lemkapi Sebut RUU Kejaksaan akan Membuat Jaksa Kebal Hukum
- Akademisi di Unimuda Sorong Nilai Asas Dominus Litis Perlu Pengawasan Ketat
- IMM UIN Sumut Soroti Asas Dominus Litis, Akademisi Singgung Warisan Kolonial
- Kewenangan Jaksa di RUU Kejaksaan Dianggap Berlebihan