Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan di Indonesia: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya

Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan di Indonesia: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan DR. I Wayan Sudirta, SH, MH. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Beberapa waktu lalu kita mendengar kembali Kejaksaan Agung menangkap empat hakim dan dua orang pengacara serta seorang panitera, terkait kasus ekspor CPO.

Namun, tidak tertutup kemungkinan tersangka lainnya akan menyusul di proses oleh Kejaksaan Agung.

Kasus ini menambah daftar panjang kasus yang terkait dengan mafia peradilan, yang telah diungkap oleh penegak hukum, setelah pada kasus sebelumnya seorang mantan hakim agung juag ditangkap karena suap.

Komisi III DPR pada saat itu menyoroti para hakim pada kasus Ronald Tannur yang divonis bebas pada tingkat pertama sebelum diputus bersalah di tingkat kasasi. Fenomena suap pada sistem peradilan ini sudah sejak lama terjadi dan masih terjadi hingga saat ini.

Permasalahan ini ternyata belum hilang sama sekali. Seperti penyakin kronik yang belum ada obatnya.

Fenomena suap hakim dan mafia peradilan di Indonesia telah menjadi masalah sistemik yang merusak integritas penegakan hukum.

Praktik suap, intervensi pihak eksternal, dan kolusi antara penegak hukum, pengacara, dan para pihak berperkara telah menggerogoti kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.

Pemerintah dan DPR telah berupaya dengan berbagai cara seperti membentuk Satuan Tugas Khusus maupun Panitia Kerja untuk menyoroti hal ini, namun ternyata kartel hukum ini tidak hilang atau bisa dikatakan justru semakin nyata terjadi.

Beberapa waktu lalu kita mendengar kembali Kejaksaan Agung menangkap empat hakim dan dua orang pengacara, serta seorang panitera, terkait kasus ekspor CPO.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News