Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan di Indonesia: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya

Eksistensi Suap Hakim, Mafia Hukum dan Peradilan di Indonesia: Penyakit Kronik dan Upaya Penanggulangannya
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan DR. I Wayan Sudirta, SH, MH. Foto: Dokumentasi pribadi

Kedua adalah perhatian terhadap hakim dan kesejahteraan maupun fasilitas yang mendukung optimalisasi kerja dan profesionalitas. Pada saat ini, banyak hakim atau aparat yang mengalami kekurangan baik dari sisi kesejahteraan maupun dukungan sarana dan prasarana kerja.

Hakim adalah profesi mulia sehingga harus diberi kelayakan pendapatan, namun di satu sisi harus diganjar dengan sanksi yang terberat jika terdapat pelanggaran. Penanganan terhadap pelanggaran etik maupun hukum harus dapat dilakukan secara terbuka atau membuka ruang publik untuk dapat mengadu dan mendapat tindak lanjut yang jelas.

Selanjutnya adalah penguatan fungsi pengawasan, baik melalui sistem, pengawasan internal, maupun pengawasan eksternal. Sistem peradilan pidana misalnya memiliki pengawasan hakim secara internal (Bawas MA), Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal, hingga APIP ataupun penegakan hukum.

Lebih jauh lagi perlu dipikirkan kembali bagaimana sistem dapat secara otomatis mengawasi akuntabilitas dan keakuratannya. Revisi Hukum Acara Pidana misalnya harus memungkinkan upaya untuk mengajukan keberatan terhadap beberapa tindakan atau upaya paksa yang telah diatur dalam undang-undang, secara obyektif dan transparan.

Revisi kebijakan kekuasaan kehakiman harus dapat diatur secara komprehensif sehingga membuka jalan bagi masyarakat untuk mengawasi dan mengkoreksi ketidakprofesionalan atau ketidakadilan yang tercipta.

Penggunaan atau pemanfaatan teknologi informasi juga dapat dioptimalkan untuk pengawasan dan transparansi publik. Hal terkait adalah penggunaan “whistleblowing system” dimana dapat saling melaporkan penyimpangan tentunya dengan penghargaan (reward) jika terbukti dan bermanfaat.

Sesama hakim atau pegawai harus juga dapat saling mengawasi dan mencegah, bukan hanya pertemanan atau koneksi. Demikian pula profesi advokat, notaris, atau lainnya juga harus diatur secara tegas dan jelas tentang hukuman terhadap penyimpangannya.

Selanjutnya adalah peningkatan keterlibatan masyarakat sipil dalam pemantauan dan pengungkapan praktik mafia hukum dan peradilan. Demikian pula kampanye untuk menghilangkan budaya suap dan korupsi.

Beberapa waktu lalu kita mendengar kembali Kejaksaan Agung menangkap empat hakim dan dua orang pengacara, serta seorang panitera, terkait kasus ekspor CPO.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News