Ekspor Tekstil Tumbuh Tipis
jpnn.com - SURABAYA - Pertumbuhan ekspor tekstil tahun ini tidak signifikan. Berdasar data yang dilansir Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim menyebutkan ekspor tekstil hingga semester pertama lalu sebesar USD 300 juta.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jatim Budi Setiawan mengatakan sampai semester pertama tahun ini, realisasi ekspor tekstil baru USD 300 juta. Diprediksi sampai akhir tahun nanti bisa mengalami peningkatan hingga mencapai USD 500 juta. "Dibandingkan 2012 lalu cenderung stabil. Kami harapkan hingga akhir tahun ada pertumbuhan walau sedikit. Sebab, permintaan di beberapa negara mulai bagus, terutama AS," ujarnya, Jumat (15/11).
Diyakini, peningkatan permintaan tersebut dapat mengerek ekspor tekstil hingga akhir tahun nanti. Kenaikan tersebut terasa sejak September dan diikuti pada bulan berikutnya. Diperkirakan, pada November dan Desember nanti permintaan tetap mengalami peningkatan. "Setidaknya dibanding 2012 lalu ada pertumbuhan meski sedikit, kami harapkan sampai akhir tahun bisa di atas USD 500 juta," jelasnya.
Diprediksi, tahun depan pasar ekspor tekstil masih cerah. Selama ini, tekstil maupun produk tekstil asal indonesia, khususnya jatim, sangat diminati di pasar internasional. "Apalagi, kalau permintaan dari AS terus tumbuh, tekstil kita sangat digemari di sana. Jadi, saya rasa peluangnya masih bagus," tandas dia.
Sementara untuk produk ekspor lain, lanjut Budi, bakal terus mencari pasar-pasar baru. Terutama negara yang pertumbuhan ekonominya positif dan memiliki daya beli yang bagus. Seperti Brazil, Argentina dan Amerika Utara. "Kami akan lakukan evaluasi, negara mana yang daya belinya masih bagus. Sebab untuk masuk ke negara baru, penetrasi pasar butuh waktu terutama untuk meyakinkan pihak buyer mengenai produk kita. Seperti ke Amerika Utara, kita bisa menawari produk furniture, keramik, kosmetik, produk kulit, makanan dan minuman," ujar dia.
Kendati ekspor tumbuh tipis, pihaknya tetap memfasilitasi investor yang berminat menanamkan modalnya di jatim. Seperti industri padat karya yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar. Otomatis, perusahaan harus menyiapkan biaya operasional yang besar khususnya upah. "Kami menawarkan industri padat karya seperti tekstil maupun garmen dan alas kaki agar berinvestasi di wilayah yang berada di ring III. Upah yang ditetapkan tidak sebesar di ring I," katanya.
Bila industri padat karya dikonsentrasikan, maka kawasan ring I untuk industri padat modal dan menggunakan tenaga mesin. Seperti industri elektronika, industri kimia dasar, industri peralatan listrik, industri baja dan mesin otomotif. "Tawaran itu berlaku bagi investasi baru maupun industri yang ingin merelokasi pabriknya. Sebab dengan memilih berada di ring III, maka beban perusahaan dirasa dapat efisien," katanya.
Menurut ia, potensi wilayah ring III tidak jauh berbeda dengan di Jawa Tengah. Daerah yang termasuk ring III antara lain, Madiun, Ngawi, Ponorogo dan Pacitan.