Elite Syiah Berjaya di Pemilu Irak
Penarikan pasukan tempur AS dilakukan karena tekanan dari partai-partai Syiah yang dominan dan sebagian besar didukung Iran.
Mereka mendesak pasukan AS untuk pergi dari Irak, menyusul pembunuhan panglima militer Iran Qaseem Soleimani oleh AS di Baghdad pada 2020.
Ulama populer Syiah Muqtada al-Sadr, yang menentang pengaruh asing dan menjadi musuh kelompok-kelompok Syiah dukungan Iran, diperkirakan ikut mencoblos.
Sadr pada Agustus mengatakan akan memboikot pemilu tersebut.
Perdana Menteri Mustafa al-Kadhimi, yang dikenal luas bersahabat dengan Barat, melakukan pencoblosan tak lama setelah tempat pemungutan suara dibuka.
"Saya menyeru rakyat Irak: masih ada waktu. Datang dan pilihlah demi Irak dan pilihlah demi masa depan Anda," kata dia di depan kamera TV.
Pemerintah Kadhimi mendesak pemilu digelar lebih awal sebagai respons atas tuntutan massa antipemerintah pada 2019 yang menjatuhkan pemerintahan sebelumnya.
Para pengunjuk rasa menuntut pekerjaan, pelayanan dasar, dan pengusiran kelompok elite yang dianggap korup dan membuat Irak sengsara, terlepas dari keberhasilan menjaga negara itu tetap aman sejak kekalahan ISIS pada 2017.
Blok Syiah terbesar dalam pemilu legislatif kelima Irak sejak 2003 itu adalah koalisi yang dipimpin Sadr dan koalisi partai-partai dukungan Iran yang bersenjata.
- Kualifikasi Piala Dunia 2026: Vietnam Menutup Perjuangan dengan Kekalahan
- Timnas Indonesia Kalah, STY: Saya Tak Akan Ajak Dia Bicara Beberapa Hari ke Depan
- Soal Kans Timnas Indonesia ke Fase Ketiga, Pelatih Irak Berkomentar Begini
- Masih Pantaskah Jordi Amat Membela Timnas Indonesia?
- Bermain 10 Orang, Timnas Indonesia Kalah dari Irak
- Timnas Indonesia vs Irak: Garuda Bertekuk Lutut, Ada Kartu Merah dan 2 Penalti