Emas Papua Terancam Habis
Minggu, 09 Oktober 2011 – 14:41 WIB

Emas Papua Terancam Habis
Apalagi, terang Kurtubi, penggunaan sistem flat dalam royalti yang disahkan dalam UU sama sekali tidak merugikan perusahaan eksplorasi tambang. Sebab, berapa pun kenaikan hasil tambang di pasaran, maka tidak ada lagi royalti yang harus dibayarkan pemerintah. Seperti saat ini, harga hasil tambang di pasaran naik sekitar 3- 4 persen.
Baca Juga:
Dari kenaikan itu, pemerintah tidak mendapatkan untung dari harga pasar. Keuntungan murni milik para pengusaha tambang. ’’Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tetap membiarkan ada pelanggaran undang-undang soal pembagian royalti,’’ cetus Kurtubi.
Pertanyakan Dana CSR
Kisruh soal pemberian royalti PT Freeport ke pemerintah terus melebar. Tidak hanya akan mengedepankan evaluasi pada kerjasama Freeport dan pemerintah. Komisi XI DPR RI juga berencana meminta penjelasan soal berapa besaran dana CSR yang sudah digelontorkan Freeport ke warga Papua dan sekitar. ’’Dalam evaluasi kami akan mempertanyakan berapa besar dana CSR yang diberikan PT Freeport,’’ kata Achsanul Qosasi, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI.
Soal dana CSR perlu diketahui mendetail. Sebab, keberadaan perusahaan asing juga harus memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar. Dengan begitu tidak hanya sebatas royalti yang diberikan pada pemerintah. Namun juga kesinambungan dengan warga yang ada di area sekitar penambangan.
JAKARTA - Masyarakat Indonesia merintih, sementara tambang emas Papua terancam habis. Ini jika Pemerintah Indonesia tak segera merenegosiasi kontrak
BERITA TERKAIT
- Krakatau Steel Genjot Produksi Baja Tahan Gempa
- Membaca Ulang Arah Industri Baja Nasional Lewat Kasus Inggris
- Hari Ini Pemprov DKI Gratiskan Tarif Transjakarta Khusus Untuk Perempuan
- Iwan Sunito Siap Dukung Program 3 Juta Rumah Lewat Kolaborasi Swasta
- Rencana Impor Diklaim Tak Bakal Ganggu Swasembada Pangan Nasional
- Dirut Bank DKI Jamin Dana Nasabah Aman dan Non-tunai KJP Plus Tetap Lancar