Emil Salim Kritik Pemindahan Ibu Kota, Cerita tentang Pak Harto

Emil Salim Kritik Pemindahan Ibu Kota, Cerita tentang Pak Harto
Tugu Monumen Nasional (Monas) yang menjadi ikon DKI Jakarta. Foto: dokumen JPNN.Com/Elfany Kurniawan

Sayangnya, Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan tidak ada yang berani mengambil jalan devaluasi. Mereka ngotot tak melakukan devaluasi karena janji Soeharto di hadapan DPR itu.

Lantas, lanjut Emil, berkumpulah beberapa ekonom. Mereka mendiskusikan, kalau karena janji presiden kemudian rupiah merosot terus, ekonomi negara semakin rusak.

“Apakah otak sehat ilmu ekonomi tidak layak untuk bicara dan membantu presiden mengoreksinya,” kata Emil. Hingga akhirnya muncul satu kesempatan pertemuan dengan Soeharto.

Di hadapan Soeharto mereka memaparkan kondisi ekonomi kala itu dan presiden harus mengambil satu di antara dua keputusan. Pertama, presiden kekeuh tidak devaluasi dengan risiko perekonomian nasional jatuh. Kedua, devaluasi dengan kemungkinan rupiah akan sumringah dan ekspor terdongkrak.

Dengan pilihan itu, presiden menjawab, “Kenapa kita biarkan rupiah merosot?” kata Soeharto sebagaimana diingat Emil.

“Karena bapak sendiri menjanjikan di sidang DPR,” jawab para ekonom. Lantas Soeharto menerima masukan para ahli dan mencabut janji tidak devaluasi.

Soeharto berpandangan, kemaslahatan negara lebih penting diutamakan daripada janji seorang presiden. “Kalau janji saya keliru dan negara dikorbankan lebih baik saya cabut ucapan saya demi kemajuan perbaikan bangsa,” kata Soeharto, seperti diceritakan Emil.

“Beliau pun tanda tangani mencabut larangan devaluasi, devaluasi dijalankan rupiah selamat, ekonomi selamat,” papar Emil.

Emil Salim mengingatkan Presiden Jokowi, dalam hal pemindahan ibu kota negara, harus menerima saran dan kritik dari masyarakat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News