Empat Contoh Pilihan setelah Krisis

Empat Contoh Pilihan setelah Krisis
Empat Contoh Pilihan setelah Krisis

Dia sudah bekerja sebagai pengangkut koran sejak 1986, sejak masih bujang dan sejak kantor Jawa Pos masih di Jalan Kembang Jepun. Waktu itu dia sopir bemo. Bemonya milik orang lain, dia kerja setoran. Dini hari bemonya untuk mengangkut koran, siangnya untuk angkut penumpang. Lima tahun kemudian dia bisa membeli mobil bekas, Hijet 1000. Dia mulai mengangkut koran dengan mobil milik sendiri.

Sepuluh tahun kerja angkut koran, dia bisa beli mobil lagi. Kali ini mobil baru, cicilan, Mitsubishi T1200. Maka dia mulai bisa menyewakan dua mobil untuk mengangkut koran. Hasil dua mobilnya itu bisa untuk membeli rumah, menghidupi rumah tangga, membeli sepeda motor, dan membeli sepeda pancal untuk anaknya yang sekolah di SMP.

Sepuluh tahun terakhir ini dia tidak bisa menambah armada. Hingga kemarin, Hijet 1000-nya yang sudah berumur 25 tahun itu masih beroperasi. Memang, bodinya sudah tidak asli lagi. Tapi, sebagai mobil, Hijet itu masih berjalan. Dia belum punya gambaran kapan bisa membeli mobil yang ketiga. Bahkan, sepeda motornya harus dijual untuk membantu adiknya berobat. Beban rumah tangga, naiknya beban hidup, dan adiknya yang sakit menyebabkan perjalanan 10 tahun terakhirnya tidak sebaik 10 tahun pertamanya.

Kalau saya perkirakan, pertumbuhan ekonomi rekan pengangkut koran ini mula-mula 6 persen setahun, kemudian menjadi 4 persen setahun. Kalau dirata-rata dalam 20 tahun kehidupannya, pertumbuhan rata-rata ekonominya adalah 5 persen setahun. Hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi negara.

INILAH empat contoh pertumbuhan ekonomi yang saya ambil dari orang-orang dekat saya: Contoh I: Dia insinyur lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB),

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News