Empat Negara Berebut Umar Patek
Sabtu, 02 April 2011 – 06:00 WIB
"Tiap negara mempunyai sistem sendiri untuk menangani kejahatan-kejahatan, sebagaimana negara kita juga punya proses hukum bagi warga negara lain yang berbuat kejahatan di negara kita," kata Djoko di komplek Istana Kepresidenan, kemarin.
Baca Juga:
Menurut Djoko, tim yang dikirim ke Pakistan terus melakukan komunikasi untuk memastikan identitas dan keberadaan Umar alias Zacky yang ditangkap Pakistan State Intelligence Service. Namun hingga kini, kata dia, belum ada pembicaraan dengan empat negara yang juga menginginkan kepala Umar Patek. "Belum. Belum sampai ke situ," katanya.
Umar Patek diringkus dalam sebuah penyergapan di Karachi , Pakistan 2 Maret 2011. Saat hendak ditangkap, pria alumni kamp Sadda Afghanistan 1987 itu melawan dan melukai aparat keamanan Pakistan. Patek ditangkap bersama istrinya yang dibawa serta dalam perjalanan itu. Menurut informasi awal, Patek menuju Pakistan via Bangkok menggunakan paspor palsu. Sedangkan kantor berita AP yang mengutip sumber intelijen AS mengungkapkan, Patek diduga sedang merancang serangan 9 September 2011 atau peringatan sepuluh tahun tragedi WTC.
Amerika Serikat berkepentingan membawa Umar Patek ke tahanan Guantanamo Bay untuk diinterogasi. Bahkan FBI menetapkan harga kepala Patek sebesar USD 1 juta. "Patek bertanggungjawab pada pengeboman Bali yang diantaranya menewaskan tujuh warga Amerika Serikat," tulis situs resmi FBI dalam pengumuman reward for justice.
JAKARTA - Gembong teroris internasional Umar Patek hanya bisa pasrah dijadikan rebutan. Empat negara yakni Amerika Serikat, Filipina, Australia dan
BERITA TERKAIT
- Beda dengan Prabowo, Trump Tunjuk Utusan Khusus Presiden untuk Atasi Krisis Ukraina
- Wapres Sara Duterte Digugat Pidana oleh Kepolisian Filipina
- Rawhi Fattuh Jadi Calon Kuat Presiden Palestina, Siapakah Dia?
- Mahmoud Abbas Keluarkan Dekrit Demi Penggantinya di Jabatan Presiden Palestina
- BPK Dorong Tata Kelola Pendanaan Iklim yang Transparan dan Efektif
- Hubungan Presiden dan Wapres Filipina Retak, Beredar Isu Ancaman Pembunuhan