Empat Tahun, Kasus Makin Kelam
Sabtu, 29 Mei 2010 – 05:46 WIB
Menurut dia, sejak awal semburan lumpur, ada upaya sistematis untuk mengarahkan bahwa penyebab semburan lumpur merupakan bencana alam dan tidak terkait dengan aktivitas eksplorasi migas. "Upaya melupakan terlihat dari istilah yang selalu digunakan pemerintah. Sejak awal, pemerintah selalu menyebut kasus itu dengan istilah lumpur Sidoarjo, bukan lumpur Lapindo," tegas Hendrik.
Baca Juga:
Bahkan, lanjut dia, upaya tersebut juga dilakukan sebagian anggota DPR. Dengan fakta itu, ungkap dia, lembaga legislatif yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat tampak tak berdaya dalam kasus ini. "Tidak ada upaya politik yang serius. Fungsi kontrol politik legislatif kepada eksekutif menjadi tumpul dalam kasus lumpur," ujarnya.
Di tempat yang sama, Puspa Dewi, aktivis Solidaritas Perempuan, menambahkan, pihak yang paling banyak menjadi korban lumpur adalah perempuan dan anak-anak. "Meski semburan lumpur dialami laki-laki dan perempuan "karena adanya perbedaan peran gender di masyarakat?, dampak yang dialami perempuan menjadi berbeda," jelasnya.
Dia menambahkan, berdasar data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, ada korban lumpur yang terpaksa menjadi PSK di Lokalisasi Dolly (Surabaya) dan Tretes (Pasuruan). Usia mereka, kata dia, berkisar 16?35 tahun. "Mereka beralasan, semua itu karena tuntutan ekonomi keluarga," beber Dewi.
JAKARTA - Kalangan aktivis LSM pesimistis atas masa depan penyelesaian kasus semburan Lumpur Sidoarjo. Salah satu penyebabnya adalah terpilihnya
BERITA TERKAIT
- BPJS Kesehatan Bantah Defisit dan Klaim DJS Masih Sehat
- Masuk Gang Dame Medan, Wapres Gibran Bagikan Paket Sembako ke Warga
- Antisipasi Aksi Teror Malam Natal, BNPT: Kami Sudah Tahu Kantong-kantongnya
- Lihatlah Aksi Warga Banten Tolak PSN PIK 2, Kiai Ikut Turun ke Jalan
- Mayor Teddy Bantah Erdogan Walk Out Saat Prabowo Pidato, Ini Penjelasannya
- Kolaborasi PLN UIP KLT dan BPN Telah Terbitkan 239 Sertifikat Aset