Enak Begini, Dekat Keluarga, Jauh dari Maksiat
Operator seperti crane seperti Aval, memang lama di laut. Baru ke darat setelah sebulan. Paling cepat sepekan sekali, jika posisi kapal dekat dengan daratan.
"Waktu ke darat itu, kami boros benar. Apalagi kalau kapalnya dekat Samarinda atau Balikpapan, di sana kan serba mahal," katanya.
Apalagi kalau soal hiburan. Aval tak menampiknya. Itulah penyebab utama kebanyakan pekerja kapal tak bisa menabung.
"Sulit. Paling yang tak hiburan di kapal satu atau dua orang saja. Susah, pengaruhnya besar, sedikit yang bisa bertahan," tuturnya.
Syafriansyah, pekerja kapal batu bara yang juga warga Kecamatan Pulau Laut Barat itu setuju dengan Aval.
"Ngeri memang. Gaji itu kalau ke darat bisa ludes. Susah menghindar kalau diajak teman hiburan," katanya. Dia bahkan pernah menghabiskan Rp9 juta dalam satu malam. Cuma untuk hiburan.
Kembali pada Aval. Dua tahun menjalani pekerjaan itu, dia akhirnya memutuskan berhenti. Lantaran merasa pekerjaannya tak membawa dampak positif. Terutama terhadap perekonomian keluarga.
Hal lain yang jadi pertimbangan, karena dia merasa rindu kehangatan keluarga. Maklum, sebagai pekerja kapal, dapat jatah libur setelah tiga bulan bekerja.
Aval dulu bekerja di kapal pengangkut batu bara dengan gaji besar, kini memilih pulang kampung dan berkebun.
- Kelapa Sawit untuk Pembangunan Berkelanjutan
- Pengusaha Batu Bara Ini Dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Ada Apa?
- Menko Airlangga Dorong Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan, Efisien & Kompetitif
- Perusahaan Batu Bara Ini Berkomitmen Menjaga Lingkungan di Area Tambang
- KPK Dalami PNBP dari Tambang Batu Bara ke Anak Buah Sri Mulyani
- Kembangkan Produk UKMK Sawit Petani di Sumbar, Aspekpir & BPDPKS Berkolaborasi