Enam Tahun Lumpur Lapindo, Derita Tak Kunjung Sirna
Senin, 28 Mei 2012 – 05:25 WIB
Ketika kali pertama semburan terjadi, sebenarnya sejumlah langkah menutup semburan sudah dilakukan. Mulai snubbing unit (menemukan mata bor sepanjang 400 meter dan berat 25 ton yang tertinggal saat pengeboran dan mendorong ke dasar sumur), sidetracking (pengeboran miring, dengan menghindari mata bor yang tertinggal), dan pembuatan relief well.
"Yang pertama, pembuatan relief well itu terlalu dekat. Akibatnya, baru dibangun kemudian bocor," tutur pakar geologi ITS Amin Widodo.
Sebenarnya tim ahli akan membangun lagi. Namun, Amin mendapat kesan bahwa Lapindo seolah berusaha mengulur waktu. Maklum, biayanya memang cukup mahal. Yakni, sekitar Rp 450 miliar per satu sumur. "Bila dibandingkan dengan kerugian sosial ekonomi yang ada, sebenarnya itu masih relatif kecil," tuturnya.
Relief well tidak terbangun, namun kemudian mendadak muncul upaya baru yang lebih "murah". Yakni, menutup semburan dengan menggunakan bola-bola beton pada 2007. Memang bola-bola beton tersebut bisa masuk, tapi tak berhasil menutup semburan. Praktis, sejak itu tak pernah ada upaya lagi untuk menutup semburan. Juga ada ide membangun semacam bendungan Bernoulli, tapi kemudian kurang mendapat respons.
SEJAK 16 April lalu, lebih dari 2.000 orang secara bergantian memblokade tanggul lumpur di titik 25, Porong, Sidoarjo. Mereka adalah warga korban
BERITA TERKAIT
- KSAD Jenderal Maruli: Lulusan Seskoad Harus Mampu Mengemban Tugas Masa Depan
- Barang Hasil Penindakan di 3 Wilayah Ini Dimusnahkan Bea Cukai, Berikut Perinciannya
- Terima JAM Intel Kejagung, Mendes Yandri Ingin Perkuat Pengawasan Dana Desa
- Top! Bea Cukai, Polri, dan BNN Gagalkan 2 Penyelundupan Narkotika Asal Malaysia
- Kisah Zahra yang Nyaris Jadi Korban Penipuan Harus Dijadikan Pelajaran, Tolong Disimak!
- Kementerian Transmigrasi Gandeng LPDP Luncurkan Beasiswa Patriot