Enam Tahun Lumpur Lapindo, Derita Tak Kunjung Sirna

Enam Tahun Lumpur Lapindo, Derita Tak Kunjung Sirna
Pusat semburan Lumpur Lapindo. Foto : Fatkhurroziq/Jawa Pos
Ketika kali pertama semburan terjadi, sebenarnya sejumlah langkah menutup semburan sudah dilakukan. Mulai snubbing unit (menemukan mata bor sepanjang 400 meter dan berat 25 ton yang tertinggal saat pengeboran dan mendorong ke dasar sumur), sidetracking (pengeboran miring, dengan menghindari mata bor yang tertinggal), dan pembuatan relief well.

 

"Yang pertama, pembuatan relief well itu terlalu dekat. Akibatnya, baru dibangun kemudian bocor," tutur pakar geologi ITS Amin Widodo.

 

Sebenarnya tim ahli akan membangun lagi. Namun, Amin mendapat kesan bahwa Lapindo seolah berusaha mengulur waktu. Maklum, biayanya memang cukup mahal. Yakni, sekitar Rp 450 miliar per satu sumur. "Bila dibandingkan dengan kerugian sosial ekonomi yang ada, sebenarnya itu masih relatif kecil," tuturnya.

 

Relief well tidak terbangun, namun kemudian mendadak muncul upaya baru yang lebih "murah". Yakni, menutup semburan dengan menggunakan bola-bola beton pada 2007. Memang bola-bola beton tersebut bisa masuk, tapi tak berhasil menutup semburan. Praktis, sejak itu tak pernah ada upaya lagi untuk menutup semburan. Juga ada ide membangun semacam bendungan Bernoulli, tapi kemudian kurang mendapat respons.

 

SEJAK 16 April lalu, lebih dari 2.000 orang secara bergantian memblokade tanggul lumpur di titik 25, Porong, Sidoarjo. Mereka adalah warga korban

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News