Enam Tahun Lumpur Lapindo, Derita Tak Kunjung Sirna

Enam Tahun Lumpur Lapindo, Derita Tak Kunjung Sirna
Pusat semburan Lumpur Lapindo. Foto : Fatkhurroziq/Jawa Pos
Jangankan menghentikan semburan, memperkuat tanggul yang sudah merembes saja BPLS kewalahan karena blokade warga. "Untuk itu, kami mengimbau warga agar tidak memblokade tanggul karena berbahaya," ucapnya. Dengan adanya blokade warga, situasi tanggul sekarang sebenarnya sudah gawat. Seperti orang minum terus, tapi tak kencing. Semburan lumpur terus keluar tanpa bisa membuang kelebihan lumpur ke Kali Porong.

 

Amin Widodo sendiri menyebut situasi tersebut sebagai sebuah kesalahan. Yang pertama, karena penanganan semburan yang setengah-setengah, hilang kesempatan mempunyai teknologi mengatasi semburan lumpur. "Ambil contoh kasus Teluk Meksiko pada 2009," katanya.

 

Pada 2009, kilang minyak lepas pantai British Petroleum (BP) bocor dan menyemburkan minyak dengan volume dan tingkat kesulitan yang lebih tinggi ketimbang sumur Lapindo. Saat itu Presiden AS Barack Obama memerintah BP untuk bertanggung jawab. Dengan biaya besar, akhirnya BP berhasil menutup sumur kebocoran minyak di dasar laut tersebut. "Keuntungannya, kini BP mempunyai teknologi satu-satunya di dunia yang bisa efektif menutup kebocoran," tandasnya.

 

Kerugian kedua adalah terjadinya trauma psikologis masyarakat akibat lumpur Lapindo. Masyarakat mana pun pasti akan menolak bila daerahnya akan dijadikan wilayah eksplorasi. "Lihat saja di Sumenep, ada penolakan meski rig tower sudah terpasang. Juga penolakan warga di Jombang ketika Exxon akan melakukan survei seismik," terangnya.

 

SEJAK 16 April lalu, lebih dari 2.000 orang secara bergantian memblokade tanggul lumpur di titik 25, Porong, Sidoarjo. Mereka adalah warga korban

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News