Enam Tahun Lumpur Lapindo, Derita Tak Kunjung Sirna
Senin, 28 Mei 2012 – 05:25 WIB
Bahkan, Amin mengatakan bahwa dirinya juga akan menolak. Sebab, bila ada apa-apa, siapa yang akan bertanggung jawab" "Siapa yang bisa menjamin perusahaan eksplorasi tidak akan mencari selamat dengan cara mencari keputusan hukum bahwa ini merupakan bencana alam. Bukan kesalahan eksplorasi," tandasnya.
Masalah kedua adalah soal rehabilitasi sosial ekonomi. Hingga kemarin, sudah terbit lima perpres untuk menjamin ganti rugi warga. Yakni, Perpres 14/2007, Perpres 48/2008, Perpres 40/2009, Perpres 68/2011, dan Perpres 37/2012. Di antara lima perpres tersebut, yang masih bermasalah penyelesaiannya adalah perpres paling awal, yakni Perpres 14/2007. Perpres tersebut mengatur agar PT Lapindo Brantas melakukan jual beli dengan sekitar 13.700 KK atas sekitar 669 hektare lahan.
Sejak awal perpres tersebut sudah dianggap bermasalah. "Saya tidak tahu mengapa skema ganti rugi diganti dengan jual beli," kata Paring Waluyo Utomo, pendamping warga korban lumpur Lapindo. Menurut dia, ada perbedaan besar antara ganti rugi dan jual beli. Dalam ganti rugi, aset tetap milik warga. Sedangkan bila jual beli, warga dipaksa untuk menjual asetnya.
Menurut Paring, alasan Lapindo yang enggan memberikan ganti rugi atas sebuah lahan yang sudah rusak memang dipahami. "Tapi, harus dipahami pula mengenai bagaimana bencana ini merusak warga secara sosial," terangnya.
SEJAK 16 April lalu, lebih dari 2.000 orang secara bergantian memblokade tanggul lumpur di titik 25, Porong, Sidoarjo. Mereka adalah warga korban
BERITA TERKAIT
- Menteri Lingkungan Hidup Minta TPA Setop Pakai Sistem Open Dumping
- Koalisi BEM Banten Serukan Tolak Upaya Said Didu Mengadu Domba terkait PIK 2
- Teruntuk Jenderal Listyo Sigit, Anda Dicap Terlibat Merusak Demokrasi di Indonesia
- Kasus Korupsi di Kemenhub, KPK Menahan 3 Ketua Pokja Proyek DJKA
- Parcok Cawe-Cawe di Pilkada, Deddy PDIP Serukan Copot Jenderal Listyo
- KSAD Jenderal Maruli: Lulusan Seskoad Harus Mampu Mengemban Tugas Masa Depan