Encim Masnah, Sinden Pewaris Terakhir Gambang Kromong Klasik

Gagal Didik Dua Murid, Terancam Tak Ada Penerus

Encim Masnah, Sinden Pewaris Terakhir Gambang Kromong Klasik
Encim Masnah, Sinden Pewaris Terakhir Gambang Kromong Klasik
Masnah tidak berdaya melawan usia. Dia sudah sangat sepuh. Tubuhnya dibalut keriput dan beberapa giginya sudah tanggal. Setiap hari dia menghabiskan waktu dengan hanya melamun di depan rumah. Meski tetap bersemangat bernyanyi, terkadang suara yang dia hasilkan tidak jelas.

"Giginya sudah pada hilang. Jadinya suaranya sering nggak jelas yak," kata perempuan 87 tahun itu lantas tersenyum. Tapi, soal memori, Masnah tidak diragukan. Dia masih hafal semua lirik lagu. "Kebo hitam kabarnya hilang. Cabut rumput kena tanahnya. Saya pesen lupa dibilang. Saya sebut lupa namanya," lanjutnya bernyanyi.

Endang Winata yang berdiri tak jauh dari Masnah sesekali tersenyum. Dia gembira jika waktu-waktu senggang dimanfaatkan ibu kandungnya itu untuk bernyanyi. Sesekali, lelaki yang karib dipanggil Ocit itu mendekat untuk membetulkan microphone yang kemresek karena colokan kabel audio bermasalah.

"Daripada melamun, saya sering "memaksa" Mama nyanyi. Biar ingat terus lagunya. Tapi, kadang-kadang dia marah karena dipaksa-paksa," kata Ocit lantas tersenyum. "Capek nyanyi di sini. Segen. Kalau pentas, seneng. Ada kegembiraan," timpal Masnah.

KESENIAN gambang kromong klasik terancam punah. Seni musik orkes paduan Betawi-Tiongkok itu kini tinggal menyisakan satu maestro yang masih hidup:

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News