Epidemiolog UI: Pelabelan BPA untuk Mengedukasi Masyarakat
jpnn.com, JAKARTA - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Pandu Riono meminta kalangan industri tak perlu berlebihan merespons regulasi pelabelalan Bispheno A (BPA).
Sebab, kata dia, potensi bahaya kimia BPA pada kesehatan dan keselamatan publik merupakan sesatu yang nyata. Pelabelan tersebut justru untuk mengedukasi masyarakat.
"BPA, kan, fungsinya menjadikan plastik keras dan jernih (tembus pandang). Namun, bisa berpindah ke makanan atau minuman," kata Pandu saat dihubungi awak media, baru-baru ini.
Pandu mengungkapkan bahwa banyak penelitian menunjukkan kandungan BPA ditemukan di cairan kemih dan pada binatang. "Ini berbahaya," imbuh Pandu.
Menurutnya, kekhawatiran terkait bahaya BPA adalah sifatnya global dan bisa diukur dari regulasi ketat di banyak negara yang tidak memperbolehkan lagi menggunakan wadah mengandung BPA.
"Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan 'Free BPA' (Bebas BPA), tujuannya untuk edukasi masyarakat," ujarnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kini tengah merampungkan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik yang pembuatannya menggunakan BPA.
Mendominasi pasar, produsen galon jenis tersebut nantinya diwajibkan untuk mencantumkan label peringatan "Berpontensi Mengandung BPA" terhitung tiga tahun sejak aturan disahkan.
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat meminta kalangan industri tidak berlebihan merespons regulasi pelabelan BPA.
- Pakar: Bahaya BPA Merupakan Ancaman Kesehatan, Bukan Isu Persaingan Usaha
- Pakar Sebut Migrasi BPA dari Galon ke Air Sulit Terjadi
- Sosialisasi Aturan Baru, BPOM Kenalkan Program Jalur Cepat Simantap
- Dokter Karin Wiradarma Pastikan Air Kemasan Galon PC Aman Bagi Tubuh
- Dokter Spesialis Kandungan Ungkap Penyebab Ketidaksuburan, Bukan BPA
- IPMG Dukung Kebijakan E-Labeling Guna Tingkatkan Capaian Kesehatan & Keberlanjutan Alam