Eulis Rosmiati, 20 Tahun Menjadi Bidan di Desa Sangat Terpencil dan Tertinggal

Tergugah ketika Melihat Dapur Jadi Tempat Bersalin

Eulis Rosmiati, 20 Tahun Menjadi Bidan di Desa Sangat Terpencil dan Tertinggal
Eulis Rosmiati. Foto; Dhimas Ginanjar/ JAWA POS
 

Kemudian, dia menggagas rumah singgah. Yakni, pemberdayaan rumah warga sebagai tempat persalinan yang layak untuk ibu bersalin. Gagasan rumah singgah itu muncul karena pengalaman Eulis mengantarkan seorang ibu bersalin ke puskesmas terdekat saat malam dan hujan. "Medan yang berat membuat mobil terperosok di salah satu ruas jalan," kenangnya.

 

Dia lantas berjalan kembali ke desa dan membangunkan hampir seluruh warga RT untuk membantu membebaskan mobil yang terjebak di lumpur selama hampir sejam itu. Tidak mau kejadian tersebut terulang, dia lantas bernegosiasi dengan warga untuk menyediakan rumah mereka sebagai rumah singgah.

 

Warga yang memiliki rumah di tengah jalan dirayu agar mau menyediakan satu kamar untuk persalinan. Tidak mudah memang. Dengan berbagai alasan, akhirnya ada juga warga yang bersedia. Rumah singgah tersebut kemudian dilengkapi perlengkapan persalinan. "Ruangannya harus bersih, steril dan nyaman untuk persalinan," tambahnya.

 

Eulis juga rutin mengadakan Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin) yang berarti persiapan dana saat melahirkan. Setiap hari, para ibu diminta mengumpulkan Rp 1.000. Uang tersebut nanti diberikan kepada ibu yang melahirkan lebih dulu.

Menjadi bidan di desa yang sangat terpencil di Jawa Barat, bagi Eulis Rosmiati, dianggap sebagai pengabdian. Hingga kini, 20 tahun sudah dia mengabdi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News