Ever Matematika
Oleh: Dahlan Iskan
Padahal di atas kapal itu terdapat 20.000 kontainer ukuran 40 feet.
Pun kalau penduduk diperbolehkan mengambil satu saja, mereka tidak akan bisa menurunkannya. Kontainer paling atas di kapal itu lebih tinggi dari pohon korma tertinggi yang ada di desa itu.
Sepanjang Selasa siang itu mereka terkagum-kagum akan besarnya kapal yang tertancap di desa mereka. Yang panjangnya 400 meter. Lebarnya 59 meter.
Dan ketika senja telah tiba kekaguman itu bertambah-tambah. Apalagi ketika hari mulai gelap.
Tiba-tiba saja desa itu seperti bertetangga dengan kota besar metropolitan. Yang lampu-lampunya bergemerlapan. Begitu banyak dan terang lampu-lampu penerangan di kapal itu.
Saya pernah menikmati pemandangan seperti itu. Dulu kala. Di Samarinda. Ketika malam tiba saya sering duduk-duduk di tepi sungai Mahakam. Dari tepian sungai yang gelap itu kami memandang ke tengah sungai: begitu banyak kapal besar terapung di tengah sungai. Itulah kapal-kapal Jepang pengangkut emas hijau –kayu-kayu dari hutan Kaltim.
Cahaya lampunya begitu gemerlapan. Apalagi banyak yang memantul di permukaan air Mahakam. Listrik kota Samarinda yang waktu itu begitu redupnya seperti diejek oleh cahaya kapal-kapal asing itu.
Yang di desa Terusan Suez itu kapalnya bukan lagi di tengah sungai. Tapi menempel di desa mereka. Besarnya pun bukan lagi seperti kapal besar di sungai Mahakam –tapi salah satu yang terbesar di dunia. Maka cahaya listrik di desa itu langsung terasa redup –dipelototi cahaya gemerlap dari atas kapal.