Fadli Zon Sebut Inpres Soal JKN Abaikan Aspek Keadilan
Kedua, lanjut pria kelahiran Jakarta itu, Inpres kedudukannya tak bisa mengikat umum atau semua orang jika menilik sisi tata peraturan perundang-undangan.
Menurut Fadli, Inpres kedudukannya hanya bersifat mengikat ke dalam, yaitu ditujukan kepada para pejabat pemerintah di bawah Presiden RI.
Selain itu, kata Ketua BKSAP DPR RI itu, Inpres juga seharusnya tidak memasukkan muatan bersifat terhadap masyarakat.
Sebab, kata Fadli, Presiden telah diberi kewenangan lain untuk menetapkan peraturan, yaitu berupa Peraturan Presiden.
"Jika Inpres Nomor 1 Tahun 2022 kemudian diterjemahkan menjadi peraturan-peraturan baru terkait BPJS, hal itu bukan hanya menyalahi prinsip penyusunan peraturan perundang-undangan, tetapi bisa melangkahi kewenangan sebuah undang-undang," tutur dia.
Toh, kata Fadli, syarat administratif membuat SIM sudah diatur dalam Pasal 81 Ayat (3) UU Nomo 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Syaratnya hanya KTP, mengisi formulir permohonan, dan rumus sidik jari. Menjadikan BPJS sebagai syarat baru, hanya dengan bekal Inpres, tak cukup punya dasar," tutur dia.
Alasan ketiga, kata Fadli, Inpres Nomor 1 Tahun 2022 bukan alat pemaksaan seseorang menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai Inpres Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program JKN diterbitkan tanpa memperhatikan prinsip kehati-hatian.
- Waket Komisi VIII DPR-LDII Ingatkan Persoalan Kebangsaan Hadapi Tantangan Berat
- Pengamat Hardjuno Soroti Langkah DPR Memasukkan RUU Tax Amnesty ke Prolegnas 2024
- DPR Minta Kejaksaan Profesional di Sidang Praperadilan Tom Lembong
- Menbud Fadli Zon Dorong Kolaborasi Agar Budaya Indonesia Mendunia
- KPK Incar Aset Anwar Sadad yang Dibeli Pakai Duit Kasus Korupsi Dana Hibah
- Siang Ini, DPR Pilih Lima Capim dan Cadewas KPK Pakai Mekanisme Voting