Fahira Idris: Amendemen UUD 1945 untuk Penguatan Sistem Presidensial
jpnn.com, JAKARTA - Wacana penambahan periode masa jabatan presiden menjadi tiga periode (15 tahun) menguat seiring dengan usul amendemen UUD 1945 yang tengah digodok Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR). Selain tidak relevan dan bertolak belakang dengan tujuan reformasi, wacana ini dinilai ingin mengarahkan diskursus amendemen hanya bicara soal kekuasaan saja. Padahal banyak diskursus lain yang lebih penting dan substansial untuk dibahas dalam amendemen terbatas UUD 1945.
Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI Fahira Idris mengungkapkan amendemen terbatas UUD 1945 diharapkan menyentuh hal-hal substansif yang menjadi persoalan bangsa saat ini dan ke depan. Artinya amendemen harus dimanfaatkan sebaik sebagai ikhtiar bangsa ini agar langkah kita ke depan lebih pasti dan mantap.
Oleh karena itu, kelemahan-kelemahan sistem ketatanegaraan selama ini secara langsung maupun tidak langsung menjadi hambatan pembangunan dan pencapaian kesejahteraan rakyat harus menjadi concern diskursus amandemen.
“Usul agar konstitusi membolehkan presiden menjabat 3 periode itu mengada-ada dan tidak relevan. Bukan itu yang saat ini Indonesia butuhkan. Kita butuh penguatan sistem presidensial dan penguatan implementasi otonomi daerah. Jika amandemen merealisasikan keduanya, maka arah dan wajah bangsa ini bisa lebih baik ke depan,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (26/11).
Menurut Fahira yang juga Anggota DPD RI DKI Jakarta, saat ini prinsip-prinsip presidensialisme mengalami reduksi, penurunan kualitas dan penerapannya berjalan kurang efektif akibat sistem pemerintahan dan desain institusi parlemen yang tidak mendukung. Penguatan sistem presidensial akan melahirkan pemimpin kuat, namun semua tindak tanduknya selalu berada dalam koridor pemerintahan demokratis.
Dampak baik dari penguatan sistem presidensial adalah rakyat akan mendapatkan presiden yang juga seorang negarawan. Karena sistem ini ‘memaksa’ presiden mempunyai karakter yang kuat, tetapi sekaligus punya kemampuan persuasif dan demokratis.
“Tujuan penguatan sistem presidensial juga agar, siapapun yang menjadi presiden tidak terjebak dalam sebuah koalisi besar yang jika diselami maknanya hanya bagi-bagi kekuasaan. Rangkap jabatan di politik dan di pemerintahan juga tidak akan terjadi jika sistem presidensial kita benar-benar kuat,” tukas Fahira.
Sementara itu terkait penguatan otonomi daerah untuk mempercepat kesejahteraan rakyat dan memperkokoh NKRI juga idealnya menjadi concern atau substansi dalam wacana amendemen. Ke depan kita perlu memformulasikan sistem dan implementasi desentralisasi dan otonomi daerah.
Dampak baik dari penguatan sistem presidensial adalah rakyat akan mendapatkan presiden yang juga seorang negarawan.
- Harapkan Semua Target Prolegnas 2025 Tercapai, Sultan Siap Berkolaborasi dengan DPR dan Pemerintah
- Sultan dan Beberapa Senator Rusia Membahas Kerja Sama Pertahanan dan Pangan
- Terima Kunjungan Utusan Partai Nahdhoh Tunisia, Sultan: Lembaga Parlemen Adalah Roh Demokrasi
- Komite III DPD Akan Panggil Menkes Terkait Dugaan Maladministrasi PMK 12/2024
- Anggota DPD RI Ning Lia Bertemu Penjabat Gubernur Jatim untuk Serap Aspirasi untuk Kemajuan Daerah
- Senator Filep Wamafma Mengapresiasi Kemendikbud Tetap Jalankan Program Beasiswa PIP dan KIP Kuliah