Faisal Basri
Oleh: Dahlan Iskan
Faisal bulan lalu menerima undangan kelompok tani di Sumatera Utara. Dia hanya dijemput mobil tanpa AC. Perjalanannya jauh. Enam jam. Naik turun. Sampai muntah-muntah. Dia tidak mengeluh. Nasib petani lebih buruk daripada dirinya. Harus dibela.
Faisal sungguh manusia langka. Analisis ekonominya setajam keris raja-raja Jawa tetapi hatinya begitu mulia.
Sebenarnya dia bisa dengan mudah menjadi kaya. Tapi dia tetap saja naik kendaraan umum. Tinggalnya pun di apartemen sederhana. Berdua dengan istri. Tiga anaknya sudah mandiri.
Tiga hari lalu kondisi Faisal kurang baik. Anaknya memaksanya ke rumah sakit. Tidak mudah meyakinkan Faisal masuk rumah sakit. Kali ini agak telat. Jantungnya bermasalah. Seharusnya bisa segera dioperasi. Akan tetapi gula darahnya juga lagi tinggi. Harus dikendalikan dulu.
Faisal dimasukkan ICU. Di RS Mayapada. Tidak tertolong. Usianya baru 65 tahun.
Faisal tentu beririsan dengan politik. Dia pernah menjabat sekjen Partai Amanat Nasional (PAN).
Dia berharap PAN bisa menjadi partai reformasi yang modern. Demokratis. Independen. Gabungan antara kelompok agama dan nasionalis/sekularis.
Dia kecewa. PAN dia nilai lebih tergiur menjadi partai agama. Amien Rais ternyata tidak bisa nyaman berada di tengah-tengah kelompok sekuler.