Faisal Seto
Oleh: Dahlan Iskan
7. Untuk smelter-smelter yang dibangun periode 2014-2016 dan memperoleh tax holiday selama 7 tahun, saat ini sudah memulai membayar PPh Badan. Dengan mencocokkan data KBLI perusahaan-perusahaan yang memperoleh tax holiday (KBLI 24202), dan penerimaan perpajakan dari KBLI tersebut, dapat terlihat tren peningkatan yang signifikan dari pendapatan perpajakan tahun 2016-2022. Penerimaan perpajakan tahun 2022 dari sektor hilirisasi nikel adalah Rp 17.96 triliun, atau naik sebesar 10.8x dibandingkan tahun 2016 sebesar 1.66 trilyun. Untuk pendapatan PPh Badan tahun 2022 adalah Rp 7.36 triliun atau naik 21.6x dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp. 0.34 triliun;
8. Jika kebijakan ekspor bijih nikel tetap dilakukan dengan menggunakan data tahun 2019, pendapatan pajak ekspor hanyalah sebesar USD 0.11 miliar (Rp 1.55 triliun) atau 10% dari nilai ekspor bijih nikel sebesar USD 1.1 miliar. Angka tersebut tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan pajak dari sektor hilirisasi nikel sebesar Rp 3.99 triliun di tahun 2019;
9. Jadi, analisis yang disampaikan Faisal Basri dalam menyanggah statement Presiden Jokowi terkait dengan perpajakan ini juga salah. Dari data di atas, telah terjadi peningkatan pajak yang cukup signifikan dari sektor hilirisasi ini. Perlu dicatat pula bahwa penerimaan perpajakan dari sektor hilirisasi nikel ini, belum memasukkan pendapatan pajak dari sektor lain yang ikut tumbuh akibat hilirisasi nikel seperti pelabuhan, steel rolling, jasa konstruksi, industri makanan dan minuman dan akomodasi;
10. Pemberian Tax holiday seperti kegiatan mancing (kebetulan hobi saya). Kalau mau mendapatkan ikan yang besar dan banyak, kita perlu mengeluarkan modal untuk beli/sewa kapal, peralatan, umpan dan mempekerjakan kapten kapal dan kru ABK yang mumpuni. Semua itu tentu saja tidak gratis. Tax holiday pun sama, kebijakan insentif ini kita gunakan untuk menarik investasi masuk ke Indonesia dan berkontribusi kepada perekonomian nasional. Kita gak bisa mendapatkan ikan besar hanya dengan duduk diam di pinggir pantai sambil bengong;
11. Ketiga, terkait klaim Faisal Basri bahwa Pemerintah memberikan harga bijih nikel yang ”murah” kepada smelter, di mana selisih di dalam negeri dengan harga internasional bisa mencapai puluhan dolar/ton dengan menggunakan data tahun 2022. Terkait klaim ini, sebagai seorang yang belajar ekonomi, Faisal Basri tentu mengetahui hukum supply dan demand. Bahwa jika supply menurun sementara demand tetap, maka akan ada kenaikan harga. Hal ini lah yang terjadi pada saat Pemerintah melakukan pelarangan ekspor tahun 2020-saat ini, harga internasional naik karena supply bijih nikel dari Indonesia hilang, sehingga smelter-smelter nikel di Tiongkok hanya mengandalkan supply dari Philippina dan beberapa negara lain. Padahal Indonesia adalah supplier terbesar bijih nikel ke Tiongkok sebelumnya;
12. Artinya, jika ekspor bijih nikel indonesia kembali dibuka, maka harga internasional pasti akan turun karena supply bertambah dari Indonesia, sehingga perbedaan antara harga nikel internasional dengan HPM pasti akan lebih kecil. Untuk itu, saya membandingkan harga ekspor bijih nikel periode tahun 2018-2019, ketika ekspor bijih nikel masih dilakukan, dengan HPM Nikel di periode yang sama. Berdasarkan data yang saya peroleh selisih antara harga ekspor dengan harga HPM dengan grade 1.7% dan MC 35% hanyalah $ 5.5/ton dan US$ 6.9/ton masing masing di tahun 2018 dan 2019. Selisih ini, berdasarkan temuan kami pada waktu itu, ada sebagian disebabkan karena kualitas bijih nikel yang diekspor melebihi 1.7% (batas maksimum kualitas ekspor saat itu);
13. Terkait penalti dan beban biaya lain yang harus ditanggung oleh penambang nikel, memang benar pernah terjadi pembebanan yang tidak fair oleh smelter kepada para penambang. Hal ini disebabkan karena jumlah smelter yang sedikit dibandingkan dengan volume produksi bijih nikel dalam negeri yang besar. Namun sejak diberlakukan Permen ESDM 11/2020 dan tindakan enforcementnya kasus-kasus tersebut jauh berkurang, apalagi kondisi saat jumlah smelter yang sudah cukup banyak justru menciptakan kekurangan supply bijih nikel. Menurut informasi terakhir yang saya terima dari para pelaku, harga beli bijih nikel saat ini bukan lagi HPM + USD 2, tapi bisa jauh lebih besar dari itu apalagi untuk yang mau berkontrak jangka panjang;
14. Memang masih ada perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan pemerintah terkait hal ini, antara lain enforcement terhadap aturan ESG, dan juga beberapa aspek tata kelola nikel yang lain. Namun, jika Faisal Basri menyatakan bahwa Pemerintah memberikan harga bijih nikel ”murah” kepada smelter, hal itu adalah berlebihan;