Fajar Hasan: Pengusaha Bersama Pemerintah Siap Hadapi Uni Eropa dan WTO

jpnn.com, JAKARTA - Putusan panel WTO menghendaki agar pemerintah Indonesia membuka kembali keran ekspor nikel, yang disengketakan oleh Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) World Trade Organization (WTO).
Menanggapi hal tersebut, Pengurus Pusat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Fajar Hasan mengatakan putusan WTO tersebut harus dilawan.
Pasalnya, putusan WTO tersebut berpotensi mengganggu program hilirisasi pengelolaan sumber daya alam yang sedang berjalan khususnya nikel.
“Putusan panel WTO menghendaki pemerintah Indonesia membuka kembali keran ekspor nikel berpotensi dapat mengganggu program hilirisasi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia,” kata pengusaha muda asal Sulawesi Tenggara, Senin (28/112).
Menurut Fajar Hasan, manfaat hilirisasi telah dirasakan oleh rakyat. Efek nilai tambahnya menggerakan pertumbuhan ekonomi khususnya bagi daerah yang memiliki bentangan sumber daya alam melimpah.
Dia mencontohkan, pembangunan smelter nikel di daerah, menyerap tenaga kerja dan pendapatan negara/daerah menjadi meningkat.
“Ini fakta statistik dan empirik bahwa program hilirisasi harus berlanjut, tidak boleh terhenti hanya karena tekanan Uni Eropa dan WTO,” ungkap Fajar Hasan.
Lebih lajut, Wakil Bendahara Umum ICMI Pusat ini mengatakan kebijakan hilirisasi pengelolaan nikel di dalam negeri merupakan kebijakan nasional.
Pengurus Pusat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Fajar Hasan mengatakan putusan WTO agar membuka keran ekspor nikel harus dilawan.
- Polisi Tetapkan Pengusaha Bandung Hartono Soekwanto Jadi Tersangka
- Aktivis Muda: Kritikan Konstruktif Perlu untuk Beri Masukan Kepada Pemerintah
- Setelah Ikut Retret, Bupati Kepulauan Mentawai Rinto Wardana Siap Sinergikan Program Pusat dan Daerah
- Bea Cukai Ternate Kawal Ekspor Perdana 600,4 Metrik ton Nikel Cathode ke 3 Negara
- Wamen Todotua Pasaribu Dorong Investasi Energi Terbarukan di Indonesia
- Hobi Judi Online 1XBET, Pengusaha Ini Habiskan Rp 6 Miliar