Fajar Sadboy & Pengemis Digital

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Fajar Sadboy & Pengemis Digital
Seorang ibu warga Desa Setanggor, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang mandi lumpur untuk mengisi konten live di TikTok demi menghasilkan donasi digital. Foto: TikTok/ @intan_komalasari92

Hal itu menjadi anomali sosial karena orang Yogya ternyata lebih bahagia ketimbang penduduk Jawa lainnya. Hasil survei BPS per September 2022 juga menunjukkan kesenjangan antara si kaya dan miskin di Yogyakarta makin lebar.

Kesenjangan si kaya dan miskin ini diukur oleh BPS melalui Gini Ratio. Menurut data BPS, Gini Ratio di Yogyakarta mencapai 0,459.

Gini Ratio adalah metode yang digunakan untuk melihat ketimpangan pendapatan atau pengeluaran penduduk di suatu wilayah. Range Gini Ratio berkisar antara 0 hingga 1.

Nilai rasio yang makin mendekati 1 mengindikasikan tingkat ketimpangan yang kian tinggi. Rasio Gini 0 menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama.

Adapun Rasio Gini bernilai 1 menunjukkan ketimpangan yang sempurna atau satu orang memiliki segalanya, sementara orang-orang lainnya tidak memiliki apa-apa.

Dengan kata lain, Rasio Gini diupayakan agar mendekati 0 untuk menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antar penduduk.

Ketimpangan sosial dan ekonomi ini menjadi fenomena lama di Indonesia. Angka-angka pertumbuhan ekonomi naik tetapi pemerataan belum terjadi.

Sekitar 10 persen orang kaya Indonesia menguasai aset dan uang sampai 80 persen. Orang kaya Indonesia menjadi super crazy rich dan orang miskin Indonesia menjadi extreme poor, melarat kuadrat, karena penghasilannya di bawah USD 2 dolar per hari sesuai standar kemiskinan internasional.

Fenomena mandi lumpur di platform digital adalah produk disrupsi digital. Mengemis dan mengeksploitasi kemiskinan bukan lagi aib, tetapi menjadi hiburan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News