Fatwa BPJS Kesehatan Haram Bukan untuk Dipolemikkan
jpnn.com - Majelis Ulama Indonesia baru-baru ini mengeluarkan fatwa yang mengharamkan layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Pertimbangannya karena program perlindungan sosial itu tidak sesuai syariah Islam.
Fatwa MUI yang mengharamkan layanan BPJS Kesehatan itu diputuskan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V Tahun 2015 di Pesantren at-Tauhidiyah, Tegal, Juni lalu. Forum itu membahas tentang masalah strategis kebangsaan, termasuk BPJS Kesehatan.
Fatwa ini tentu mengejutkan setelah jutaan rakyat menjadi peserta BPJS Kesehatan. Bahkan, tak sedikit dari mereka sudah menikmati manfaatnya.
Polemik pun muncul. Maklum, peserta BPJS Kesehatan bukan hanya umat Islam, tapi juga dari agama lainnya.
Nah, seperti apa penjelasan MUI mengenai fatwa itu? Apa solusinya bagi pemernitah dan masyarakat? Berikut petikan wawancara M Fathra Nazrul Islam dari JPNN.Com dengan Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan.
Bisa dijelaskan soal fatwa MUI tentang BPJS Kesehatan yang belum sesuai syariah?
Sesuai hasil keputusan Ijtima Ulama se Indonesia di Tegal, Jawa Tengah, bahwa BPJS yang ada sekarang memang belum sesuai dengan syariah Islam. Karena itu ijtima ulama merekomendasikan dibentuknya semacam BPJS Kesehatan yang sesuai dengan syariah Islam.
Misalnya tidak mengenakan denda jika ada keterlambatan. Sekarang ini kan dikenakan denda keterlambatan dua persen (bagi peserta penerima upah dan tidak penerima upah, red) agar lebih menekankan pada prinsip tolong-menolong, tidak memberatkan bagi orang tidak mampu.
Artinya negara harus melindungi rakyat. Jangan sampai memberatkan masyarakat terutama masyarakat tidak mampu.