Fauzan Cerita Kisah Saudagar Tajir tak Takut Penjajah Belanda
Selama kurun waktu tersebut, dia beberapa kali mengikuti walking tour. Misalnya di Cali dan Medellin.
”Di Kolombia saja, pemandu wisatanya orang Portugal. Jadi, saya bisa juga dong kalau mau melakukan itu di sini (Semarang, Red) meski saya dari Bekasi,” katanya.
Di Semarang, lanjut Fauzan, referensi dia dapatkan dari berbagai sumber. Mulai membaca jurnal, berdiskusi dengan mereka yang mengambil studi sejarah, hingga ngobrol dengan warga sekitar.
”Supaya tidak asal saja storytelling-nya,” urai anak ke-2 di antara 3 bersaudara itu.
Sebagian besar peserta Bersukaria Walking Tour berusia 20–35 tahun. Terkadang, ada juga peserta manula maupun bayi yang diajak tur bersama orang tua.
Fauzan mendapatkan banyak masukan dari peserta. Misalnya, usulan membagikan stiker bergambar rute tur seusai tur berakhir. Usulan itu pun diterima.
Saat ini banyak peserta yang sudah mengoleksi belasan stiker sebagai penanda telah menyelesaikan belasan rute walking tour dari Bersukaria. Sarah, misalnya, sudah tujuh kali mengikuti walking tour bersama Bersukaria.
Selain mengetahui lebih banyak sejarah, dia bisa menyalurkan hobi: hunting foto. Kini Sarah justru ingin membangun karir kedokterannya di Semarang.
Di kampung itu, ada Tasripin, saudagar Jawa kaya raya pada zaman kolonial yang tak takut kepada penjajah Belanda.
- KAI Prioritaskan Kenyamanan dan Keamanan Penumpang saat Nataru
- Respons Takmir Masjid soal Viral Paspampres Usir Jemaah saat Gibran Jumatan di Semarang
- Alasan Aipda Robig Mengajukan Banding Masih Misteri
- Baznas Gelar Apel Kesiapsiagaan Bencana di Semarang, Gibran Dijadwalkan jadi Inspektur Upacara
- Tanggul Jebol, Perumahan Dahlia Kota Semarang Banjir, 380 Jiwa Terdampak
- Aipda Robig Zaenudin Penembak Siswa SMKN 4 Semarang Dipecat