Febri Endus Cepatnya Kasus Hasto ke Pengadilan Atensi Khusus yang Tak Wajar, Buktinya?

Febri Endus Cepatnya Kasus Hasto ke Pengadilan Atensi Khusus yang Tak Wajar, Buktinya?
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3). Foto: PDIP

jpnn.com, JAKARTA - Tim Hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menganggap sidang perdana kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan (obstruction of justice) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3), bagian dari perjuangan politik, sekaligus menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Todung Mulya Lubis, penasihat hukum Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa kehadiran Hasto di persidangan merupakan bentuk komitmen untuk melakukan perlawanan secara hukum.

“Ini adalah penghormatan terhadap institusi peradilan dan majelis hakim. Bagi PDIP dan Hasto, persidangan ini adalah bagian dari perjuangan politik yang dijalankan dengan segenap jiwa raga, sebagaimana Bung Karno menghadapi persidangan Indonesia Menggugat pada 1930,” ujar Todung di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Ia menambahkan perbedaan utama adalah bahwa saat ini perlawanan politik terhadap kekuasaan yang korup justru dikriminalisasi dengan dalih pemberantasan korupsi.

“Hasto Kristiyanto adalah tahanan politik yang coba dibungkam dengan tuduhan korupsi,” tegasnya.

Febri Diansyah, anggota tim penasihat hukum Hasto, mengungkapkan bahwa timnya telah mempelajari berkas perkara yang diserahkan oleh KPK.

“Kami mengidentifikasi sekitar 60 saksi dan 20 ahli yang diperiksa selama penyidikan. Sebagian besar saksi adalah mereka yang pernah memberikan keterangan dalam dua perkara sebelumnya yang sudah berkekuatan hukum tetap,” jelas Febri.

Febri juga menyoroti kejanggalan dalam proses penyidikan, termasuk pelimpahan perkara yang dilakukan secara terburu-buru.

Maqdir menegaskan bahwa tim hukum akan mengajukan protes keras terhadap metode penyidikan yang dianggap kasar dan tidak menghormati proses peradilan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News