Fenomena Buzzer Akan Terus Mengancam Jika Pendidikan Literasi Lemah
“Kalau ruang demokrasi tanpa gagasan maka muncul pemimpin yang kerdil, pemimpin yang dikarbit,” kritik Romo Benny.
Sementara itu, Tokoh Pers Rikard Bagun buzzer pada dasarnya negatif. Buzzer per defesini itu artinya negatif, karena tujuannyan mereproduksi kebesingan, bikin kuping pekat,” ucap Rikard.
“Kalau buzzer dilihat sebagai medium maka dia netral. Netralitas bisa dipakai kiri dan kanan, positif dan negatif,” kata Rikard Bagun
Di tempat yang sama, Aktivis Dewi Tanjung juga menilai buzzer sebagai fenomena yang momok. Oleh karena itu, ke depan generasi muda harus cerdas dalam menilai informasi sebelum disebarluaskan.
Dewi yang juga pesinetron ini mendorong perlunya pemberian sanksi sosial kepada buzzer. Ia pun mengajak masyarakat terutama generai muda untuk bijak dan cerdas dalam menyikapi buzzer.
Dewi juga secara tegas mengajak generasi muda untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan UU belum mengakomodasi atau mengatur tentang keberadaan buzzer.
Padahal, menurut Advokat Peradi ini, buzzer merupakan fenomena sosial yang punya daya rusak tinggi tetapi belum diatur dalam UU.
Menurut Romo Benny, fenomena buzzer akan terus terjadi selama pendidikan literasi lemah, pendidikan kritis lemah, dan tidak ada etika dalam hal penggunaan media sosial.
- Buku Dinasti Keong Demokrasi Mati Resmi Diluncurkan
- TBM Bukit Duri Bercerita Gelar Lokakarya Jurnalistik Digital, Anak dan Remaja Antusias
- Peduli Pendidikan dan Literasi Dini, Alfamidi Salurkan Buku Bacaan di 11 Wilayah di Indonesia
- Pakar Rilis Refleksi Komunikasi Satu Dekade Jokowi Lewat Govcom Insights
- Simposium Nasional PB HMI Bicara Peta Jalan Indonesia Emas
- Lewat FinExpo 2024, BNI Dukung OJK Tingkatkan Literasi & Inklusi Keuangan