Fikih Berubah
Oleh: Dahlan Iskan
jpnn.com - KETIKA belum ada negara, alangkah bebasnya manusia. Bisa pergi ke mana saja. Orang Bugis sampai ke Afrika Selatan. Orang Fujian sampai ke Sumbawa.
Ketika ditanya akan ke mana, kakek Karmaka Suryaatmaja hanya menjawab: "xia nan yang". Artinya: turun ke laut selatan. Tidak ada suatu negara yang dituju.
Kapalnya terus berlayar ke Selatan. Sampailah ke pelabuhan yang lantas dikenal sebagai Sunda Kelapa. Karmaka, yang masih bayi hampir dibuang ke laut. Bayi Karmaka menderita sakit parah. Takut menular.
Akhirnya Karmaka disembuhkan di dalam kapal. Baru bisa ke daratan Jawa. Akhirnya sampai ke Bandung. Kawin di Bandung.
Ketika negara dibentuk, ia jadi warga negara Indonesia. Lalu berjuang untuk bisa hidup di rantau. Sukses. Jadi pemilik bank NISP –kini OCBC NISP.
Ketika dunia dikapling-kapling jadi negara, mulailah aturan hidup berubah total.
Ketika "kapling" itu masih dalam bentuk kerajaan atau kekaisaran, batas-batasnya masih lentur. Tetapi begitu menjadi negara, manusia terkurung di kurungan-kurungan negara. Apalagi setelah ada batas negara. Ada paspor. Ada visa. Ada imigrasi. Ada bea cukai.
Bagi kita yang, lahir setelah ada negara, kita tidak bisa membayangkan bagaimana hidup tanpa negara.