Film Itu Ibarat Candu yang Memabukkan
Soal pasar film dunia, kemarin juga dibahas dalam diskusi di arena Festival de Cannes. Sydney Levine, pendiri Filmfinders, perusahaan pertama database, distributor, agen penjualan, dan programmer festival. Dia juga distributor Twentieth Century Fox di Amsterdam. Dia didampingi Peter Belsito, pengajar di Deutsche Welle Academie, Woodbury University, Chapman University, University of Monterrey, EICTV di Cuba.
Sydney Levine dan Belsito menyampaikan overview atas pasar film dunia. Satu tahun ada 1.000 festival film internasional, di seluruh penjuru dunia. Dari yang kecil, hingga yang besar. Ada 450 international sales agent, untuk film dengan genre khusus. Ada 2.500 distributor dan agen untuk bioskop, TV, DVD, online stream, dan lainnya. Ada 60 distributor yang menguasai territorial di seluruh dunia.
Ada 2.500 sampai 5.000 film yang dipasarkan di setiap projek dan festival. Ada tiga festival utama, yang wajib diikuti. Pertama, Festival de Cannes di Prancis yang terbesar, dengan rata-rata 10.000 pengunjung per tahun. Kedua, AFM atau America Film Market, yang biasa dilangsungkan di Santa Monica, California, dengan 8.000 pelaku bisnis film di sana. Ketiga, Berlin International Film Festival yang kerap disebut dengan istilah Berlinale.
Berlinale adalah salah satu festival dan pasar film yang sangat popular di dunia film. Pertama kali digelar sejak tahun 1951 di Berlin Barat. “Tiga festival utama ini sangat penting, baik untuk menjual, membeli, dan mendistribusi karya film,” kata Sydney Levine.
Dia juga menambahkan, dua festival lain juga perlu diikuti. Yakni Sundance Film Festival, yang digelar oleh Sundance Institute, di Utah, AS. Ini merupakana festival independen yang terbesar di AS. Satu lagi, Toronto International Film Festival (TIFF) setiap bulan September di Toronto, Ontario, Canada. “Pasar Asia juga mulai bangkit, tetapi banyak yang terkendala oleh regulasi,” kata Sydney.
Yang dimaksud dengan produksi dan pasar film Asia adalah India, Korea, Jepang, Taiwan, China dan Rusia. Regulasi di Asia memang berbeda. Di Indonesia sendiri, kalau ada film, meskipun kualitasnya bagus, tetapi bertentangan dengan filosofi bangsa, ya pasti diblok, tidak boleh beredar. “Pasar film dunia itu terbuka, dan tidak ada matinya, cuma kita harus cerdas membaca pasar, jika ingin berinvestasi panjang di film,” kata dia. (don/bersambung).
Sesuatu yang “memabukkan” pasti abadi! Makin dikekang, makin difatwa, makin dimaki, makin menjadi-jadi. Di balik selimut “bikin
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Isbat Nikah Mahalini dan Rizky Febian Ditolak, Pengadilan Agama Beberkan Fakta
- Ini Alasan D'MASIV Selalu Terima Tawaran Tampil di Malam Tahun Baru
- Respons Wenny Ariani Setelah Rezky Aditya Bersedia Tes DNA
- Dituduh Pacaran dengan Berondong, Dewi Perssik Sampaikan Sindiran
- Maafkan Ayus dan Nissa Sabyan, Ririe Fairus: Sudah Masa Lalu
- 3 Berita Artis Terheboh: Sheila on 7 Rilis Memori Baik, Dewi Perssik Pacari Berondong?