Filosofi Tiki Taka yang Mendunia
Jumat, 04 Januari 2013 – 04:02 WIB
Tiki-taka sempat memudar pada era 90-an. Namun kembali dipeluk teguh sejak Guardiola melatih tahun 2008. Guardiola adalah anak didik Cruyyf, juga jebolan La Masia. Pada tahun-tahun awal kepelatihannya, Pep bahkan rela melepas bintang-bintang seperti Ronaldinho dan Deco. Ia lebih memilih Iniesta, Xavi dan Messi yang merupakan jebolan La Masia.
Itu dilakukannya demi menyempurnakan kekompakan di lapangan hijau. Hasilnya adalah 12 trofi selama dilatih Guardiola (2008-2010). Barca di masa Guardiola sukses mematahkan dominasi Real Madrid di La Liga. Maka, ketika Pep mengundurkan diri, banyak pihak menilainya sebagai petanda keruntuhan Barcelona.
Tapi itu tidak terjadi. Pengganti Pep, Tito Vilanova, sejauh ini berhasil mematahkan penilaian itu. Musim ini Barca jauh mengungguli Madrid dengan selisih 19 poin. Vilanova juga tak sekedar berbekal materi pemain warisan Guardiola. Dalam banyak laga, ia lebih sering menurunkan pemain-pemain muda didikan La Masia, seperti Martin Montoya, Marc Aregall dan Cristian Tello.
Tiki-taka ala Vilanova juga tidak sekaku Guardiola. Ia membuat tim berani memainkan umpan-umpan lambung nan jauh. Ruang permainan juga lebih melebar. Namun tidak meninggalkan ciri khasnya yang berupa kreativitas, penguasaan bola dan umpan-umpan pendek.
BELANDA punya total football. Italia memiliki catenaccio. Spanyol membanggakan dirinya lewat tiki-taka. Melalui tiki-taka, Tim Matador menjadi satu-satunya
BERITA TERKAIT
- Indonesia Masters 2025: Ginting Bicara Kenangan
- Banjir Pelatih Asing di Piala AFF 2024, Hanya Ada 1 Lokal
- Luar Biasa! 2 Pemain Non-Pelatnas PBSI Lulus BWF World Tour Finals 2024
- Begini Persiapan Megan C Sutanto Menuju Laga Olimpiade
- Inilah Kontestan BWF World Tour Finals 2024, Ngeri di Tunggal Putra
- Liga Champions: 40 Gol Tercipta di 9 Pertandingan, Gila!