Filosofi Wayang
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Masyakat Jawa pada dasarnya sangat toleran, seperti yang disimpulkan Anderson. Namun, pada titik tertentu mereka bisa sangat ‘’cruel and violent’’, bengis dan keras, tidak segan menumpahkan darah seperti yang terjadi dalam Baratayuda.
Itulah yang bisa menjelaskan mengapa terjadi pembunuhan masal pada 1965. Kekerasan semacam itu masih berpotensi terjadi lagi pada masa-masa mendatang.
Filosofi politik Indonesia tidak bisa lepas dari filosofi wayang. Soeharto menjadikan wayang sebagai sumber utama filsafat kekuasaannya. Jokowi juga sama dengan Soeharto. Ia menjadikan filosofi wayang sebagai sumber acuan filsafat kekuasaannya.
Beberapa hari terakhir ini media sosial ingar bingar soal kontroversi wayang yang dianggap haram. Bersamaan dengan itu di media sosial juga sedang trending soal persamaan Soeharto dan Jokowi.
Apakah wayang haram? Jokowi pasti menjawab tidak. Apakah Jokowi sama dengan Soeharto? Iya, dalam urusan filsafat wayang. (*)
Apakah wayang haram? Jokowi pasti menjawab tidak. Apakah Jokowi sama dengan Soeharto?
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror
- Hari Wayang, Kiai Paox Iben Sebut Kebudayaan Jembatan antara Pemerintah dan Rakyat
- Bicara Sebelum Acara Wayang, Hasto Ungkit Pesan Moral dari Sosok Kumbokarno
- Pidato Membuka Acara Wayang, Hasto Bicara Kekaguman Bung Karno Terhadap Kesenian
- PDIP Memperingati 28 Tahun Kudatuli, Bikin Pertunjukan Wayang Sumatri Ngenger
- Masyarakat Antusias Saksikan Wayangan Lakon Pandu Swargo di Sekolah PDIP
- PDIP Ajak Masyarakat Ambil Hikmah dan Spirit Bung Karno Melalui Pertunjukan Wayang