From Russia with Love

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

From Russia with Love
Presiden Jokowi. Foto : Ricardo

Presiden Soeharto sebagai pemimpin Gerakan Non-Blok berusaha mempergunakan pengaruhnya untuk membujuk pihak-pihak yang bertikai untuk menghentikan agresinya. 

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, Indonesia mempunyai kredensial tinggi di mata internasional untuk melakukan mediasi di Bosnia.

Kehadiran Presiden Soeharto di Bosnia-Herzegovia diwarnai dengan berbagai ketegangan yang dramatis dan heroik. Konflik Balkan itu memakan ribuan korban dan sudah berlangsung selama 3 tahun. 

Pak Harto bertekad bertolak ke Eropa untuk terjun ke area konflik secara langsung. Pak Harto berharap, kehadirannya di Bosnia dapat menjadi penengah konflik sekaligus menunjukkan simpati kepada muslim Bosnia yang menjadi target serangan etnis Serbia.

Konflik ini berawal dari keinginan Bosnia-Herzegovina untuk memerdekakan diri dari federasi Yugoslavia yang kemudian ditolak oleh Serbia sebagai negara yang paling dominan di wilayah Balkan. 

Terjadi persekusi dan pembunuhan besar-besaran yang dikenal sebagai ethnic cleansing, pembersihan etnis, di Balkan. Ribuan orang dibunuh dan wanita-wanita diperkosa.

Negara-negara itu serumpun sesama etnis Slavic tetapi dipisahkan oleh sub-etnik yang saling bermusuhan terutama karena perbedaan agama.

Runtuhnya komunisme Uni Soviet dan Eropa membuat negara-negara kecil di Balkan di bawah federasi Rusia ingin memerdekakan diri. 

Misi Jokowi ini mirip dengan misi yang dilakukan oleh Presiden Soeharto ke Bosnia-Herzegovina pada 1995.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News