Fuad Amin: Mustahil Kepala Daerah Tidak Menerima Hadiah

Fuad Amin: Mustahil Kepala Daerah Tidak Menerima Hadiah
Terdakwa kasus suap jual beli gas alam Bangkalan Fuad Amin Imron menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/9). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Terdakwa kasus suap jual beli gas alam di Bangkalan, Fuad Amin Imron menganggap politik transaksional dalam pemilihan kepala daerah sebagai hal yang wajar. Dia sendiri tak menampik melakukannya demi menjadi bupati Bangkalan dua periode.

Mantan Bupati Bangkalan itu mengatakan, untuk jadi kepala daerah membutuhkan ongkos yang sangat besar.

“Tidak ada orang miskin yang maju Pilkada. Karena uangnya harus banyak. Untuk bayar ini, itu perlu banyak uang,” kata Fuad Amin saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/9).

Dia pun mengungkapkan, ketika pertama kali maju sebagai calon kepala daerah tahun 2003, uang yang dikeluarkan tidak terlalu banyak. Pasalnya, ketika itu kepala daerah belum dipilih secara langsung.

Meski begitu, Fuad mengaku tetap harus mengeluarkan uang untuk partai dan lain-lainnya.

Ketika maju untuk kedua kalinya tahun 2008, biaya yang harus dikeluarkan Fuad menjadi lebih besar. Pasalnya, sistem pemilihan langsung yang sudah berlaku saat itu, memaksanya untuk lebih sering berinteraksi langsung dengan masyarakat.

“Saat itu Pilkada langsung, meski saya didukung tokoh dan partai, di Bangkalan itu 18 kecamatan, ya kalau diundang tentunya ada uang buat beli minuman, tapi saya lupa waktu itu berapa buat Pilkada,” katanya.

Karena alasan itulah, dia menganggap menerima hadiah atau janji dari pihak lain sebagai hal yang wajar. Bahkan politikus Partai Gerindra ini menganggap mustahil jika ada kepala daerah yang tak melakukan praktik transaksional.

JAKARTA – Terdakwa kasus suap jual beli gas alam di Bangkalan, Fuad Amin Imron menganggap politik transaksional dalam pemilihan kepala daerah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News