Gaji Besar, Penampilan Klimis dan Trendi
Jumat, 28 Mei 2010 – 10:41 WIB
Karena itu, tahun pertama George tak langsung kuliah. Dia belajar bahasa di sekolah bahasa Inggris English Language Service di Cleveland, negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Selama setahun, dia ngebut belajar bahasa. Mulai pukul 08.00 hingga pukul 17.00 dia melahap materi-materi bahasa Inggris. "Saya mempelajari lagi grammar dan kosa kata," kata anak bungsu pasangan Silas Saa dan Nelly Wafom itu.
Belajar bahasa sudah. Kendala lain mulai muncul. Yakni, pergaulan. George susah bergaul dengan teman-teman kampus. Biasanya, setiap break makan siang, dia duduk sendiri di kantin kampus. Kalau tidak diajak bicara, dia tak menyahut. Kondisi itu dia alami selama kurang lebih dua tahun. "Saya bingung. Pergaulan saya di Papua dulu jelas berbeda dengan anak-anak kampus di Amerika," katanya.
George mencoba mendekati dengan cara lain. Yakni, dengan bermain basket. Tiap kali anak-anak kampus main basket, dia tak pernah absen. Apalagi, George cukup lihai bermain, sebagai forward maupun sebagai playmaker. "Saya juga bisa three points," katanya.
Cara itu terbukti manjur. Banyak yang mendekat dan mengajak George berteman. Selain itu, George juga kerap menggarap PR (pekerjaan rumah) teman-teman kampusnya. Apalagi, mereka kebanyakan lemah di Matematika. Lama kelamaan, posisi George mulai diperhitungkan di antara teman-temannya. Dia mulai punya "massa".
Nama Septinus George Saa meroket pada 2004. Saat usianya 18 tahun, dia menyabet penghargaan Firts Step to Nobel Prize in Physics 2004. Penghargaan
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408