Gaji Naik dan Kebohongan Publik

Gaji Naik dan Kebohongan Publik
Gaji Naik dan Kebohongan Publik
Berbeda dengan gempa dan tsunami dalam perspektif peristiwa alam, “gempa politik” dan “tsunami sosial” sesungguhnya relatif bisa dicegah. Tentu saja kalau ada kesadaran kolektif di kalangan elit kekuasaan, tokoh publik (pergerakan) dan para pemuka agama.

Tapi celakanya, kesadaran kolektif bahwa di negeri ini sedang terjadi demoralisasi dan anomali di segala bidang inilah yang sulit diwujudkan. Sebab para penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) merasa masih on the track meskipun rakyat telah kehilangan kepercayaan kepada mereka.

Buktinya, masih ada yang mempersoalkan cara pemuka agama melontarkan kritik terhadap pemerintah yang dianggap terlalu kasar hanya karena berkata jujur tentang adanya “kebohongan dalam pemerintah Yudhoyono”.

Memang sangat menyedihkan, ketika rakyat hanya punya tiga pilihan untuk bertahan hidup (utang, mengurangi makan, atau bunuh diri) akibat kelalaian para penyelenggara negara memainkan perannya, masih ada orang yang mempersoalkan etika atau tata cara mengeritik pemerintah.

BADAI kebohongan yang menerjang pemerintahan Yudhoyono belum lagi reda ketika Presiden, di hadapan peserta Rapat Pimpinan TNI dan Polri di Balai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News