Ganjar, Puan, dan Kebodohan

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Ganjar, Puan, dan Kebodohan
Rocky Gerung. Foto: dokumen JPNN.com/Aristo Setiawan

Amerika punya politisi berpikiran cemerlang seperti George Washington, Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, James Madison, dan beberapa lainnya. Mereka adalah bapak bangsa yang merumuskan undang-undang dasar negara dengan dasar-dasar pemikiran intelektual dan filosofis yang kokoh.

Namun, Amerika Serikat juga mengalami kecelakaan sejarah dengan memilih presiden yang tidak pintar. George Bush junior masuk dalam kategori itu. Dia sendiri mengakui bahwa dia bukan bagian dari episteme intelektual.

George Bush junior pun sering menjadi sasaran kritik karena dianggap bodoh.

Namun, buktinya George Bush bisa memenangi kursi kepresidenan dua kali dan menjadi presiden dua periode. Capaian ini melebihi prestasi bapaknya, George H. Bush yang hanya menjadi presiden satu periode.

Keluarga Bush tidak dikaruniai otak intelektualitas yang cemerlang. Namun, keluarga ini punya nasib baik karena ditakdirkan menjadi juragan minyak yang tajir melintir di kampung halamannya di Texas. Dengan kekayaan yang berlimpah ruah, disertai nasib baik dan garis tangan yang mujur, keuarga Bush bisa menjadi elite politik tertinggi di Amerika Serikat.

Amerika juga punya presiden sejenis Donald Trump. Apa yang bisa digambarkan mengenai presiden ini? Pintar, tidak. Cerdas, tidak. Suka main perempuan, iya. Pintar cari uang dan cerdik memainkan popularitas, iya. Dengan bekal seperti itu, seorang Donald Trum bisa menjadi presiden Amerika Serikat dan bisa menjadi manusia paling powerful di dunia.

Itulah Amerika. Itulah ‘’American dream’’, mimpi Amerika. Siapa saja bisa menjadi apa saja yang diinginkan dan diimpikannya. Money talks, uang bicara, tapi juga ‘’politics talk’’, politik yang berbicara.

Sebutlah itu sebagai berkah demokrasi, atau sebutlah itu sebagai bencana demokrasi. Sebutlah itu sebagai keindahan demokrasi atau kebrutalan demokrasi. Demokrasi punya logika sendiri yang tidak selalu menyambung dengan akal sehat. Orang terbaik tidak selalu menang. Primus inter pares, yang terbaik di antara yang ada tidak selalu menang. Yang paling beruntung di antara yang ada, dialah yang menang.

Di mata sebagian pemilih milenial, Ganjar dianggap bodoh karena belum pernah berbicara narasi-narasi mutakhir.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News