Gara-gara Bendera, Praktik Perbudakan ABK Sulit Terdeteksi

Gara-gara Bendera, Praktik Perbudakan ABK Sulit Terdeteksi
Gara-gara Bendera, Praktik Perbudakan ABK Sulit Terdeteksi

jpnn.com - JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengatakan, anak buah kapal (ABK) asal Indonesia punya potensi besar mengalami praktik perbudakan. Sebab, bila dibanding dengan negara lain, jumlah ABK asal Indonesia yang paling banyak.

"Kemarin Menteri Tenaga Kerja katakan ada 210 ribu ABK Indonesia di atas kapal-kapal ikan di seluruh dunia. Korea saja bisa pakai 60 ribu ABK Indonesia," ulas Susi di Kantornya, Jalan Merdeka Timur, Jakarta, Senin (18/5).

Bos maskapai Susi Air itu mengakui, praktik perbudakan terhadap ABK memang sulit untuk terdeteksi. Salah satu penyebabnya yakni karena praktik tersebut terjadi di tengah laut sehingga sulit untuk diawasi. Selain itu, mereka terbilang cerdik dalam memperdayai petugas dengan menganti bendera.

"Kami tidak bisa kontrol pekerja paksa yang ada di kapal-kapal itu, bendera dan nama bisa ganti kapan saja dan wilayah operasinya juga bisa di mana saja. Perbudakan di laut itu juga sulit kelihatan tidak seperti di darat. Mereka oper-operan manusia juga bisa di tengah laut," keluhnya.

Meski demikian, Susi tak tinggal diam begitu saja. Untuk menghentikan praktik tersebut, KKP akan menjalin kerjasama dengan pihak International Police (Interpol). Selain itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan negara lain yang terkait dengan perbudakan tersebut.

"Nanti kami kirimkan datanya ke Interpol. Mudah-mudahan nanti bisa duduk bersama. Filipina dan Vietnam juga sudah buka crisis center, (koordinasi) yang sulit itu dengan Thailand. Ini memang hal yang tidak mudah, tapi bukan hal yang tidak mungkin," tegas menteri asal Pangandaran, Jawa Barat ini. (chi/jpnn)

 

 


JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengatakan, anak buah kapal (ABK) asal Indonesia punya potensi besar mengalami praktik


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News