Gara-gara COVID-19, Tripoli Kacau, Mencekam, Situasi Sudah Mengerikan
Pemerintah memberlakukan jam malam 24 jam awal bulan ini dalam upaya mengekang wabah COVID-19. Sudah 2.500 orang di Lebanon meninggal akibat COVID-19.
Kalangan pekerja bantuan memperingatkan bahwa dengan sedikit atau tanpa bantuan, penguncian menambah kesulitan ekstra pada orang miskin, di mana saat ini jumlahnya mencapai setengah populasi. Banyak yang mengandalkan upah harian.
Keruntuhan finansial, yang menghancurkan mata uang, menimbulkan risiko terbesar bagi stabilitas Lebanon sejak perang saudara 1975-1990
"Orang-orang lelah. Ada kemiskinan, kesengsaraan, penguncian dan tidak ada pekerjaan ... Masalah kami adalah para politisi," kata Samir Agha dalam protes di Tripoli sebelum bentrokan meletus pada Rabu (27/1) malam.
Palang Merah mengatakan penyelamat merawat sedikitnya 67 orang karena cedera dan membawa 35 lainnya ke rumah sakit.
Kantor berita negara melaporkan bahwa 226 pengunjuk rasa dan polisi terluka.
Pasukan Keamanan Dalam Negeri Lebanon menulis dalam cuitan bahwa "granat tangan" dilemparkan dan melukai sembilan petugas.
Mereka berjanji untuk menangani para perusuh dengan "keseriusan dan ketegasan penuh".
Sebelumnya pada Rabu, pengemban sementara Perdana Menteri Hassan Diab mengatakan bahwa penguncian diperlukan untuk menahan virus.
Kerusuhan di Tripoli, Lebanon, dipicu kemarahan rakyat atas kebijakan pemerintah menerapkan penguncian ketat untuk mencegah meluasnya wabah COVID-19.
- Usut Kasus Pengadaan APD Covid-19, KPK Periksa Song Sung Wook dan Agus Subarkah
- Saksi Ungkit Jasa Harvey Moeis dalam Penanganan Covid, Lalu Ungkap Pesan Jokowi & BG
- Usut Kasus Korupsi di Kemenkes, KPK Periksa Dirut PT Bumi Asia Raya
- Kasus Korupsi Proyek APD Covid-19, KPK Jebloskan Pengusaha Ini ke Sel Tahanan
- Drone dari Lebanon Menghantam Kediaman PM Israel Benjamin Netanyahu
- Israel Serang Pasukan Perdamaian di Lebanon, Sukamta DPR: DK PBB Harus Beri Sanksi Keras