Gara-gara Trauma Lari di Tumpukan Orang Mati

Gara-gara Trauma Lari di Tumpukan Orang Mati
MULTINASIONAL - Sebagian peserta foto bersama sebelum memulai gowes menyusuri rute menanjak di kawasan Cameron Highlands, Malaysia. Foto: Joy Riders For Jawa Pos

Kemampuan Juan lari "seharian" tanpa henti itu cukup mengagetkan teman-temannya di Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam (Imapala) Unmer Malang. Apalagi mengingat usianya yang masih muda dan belum banyak pengalaman mengikuti lomba lari jarak jauh, sedangkan kebanyakan peserta dari luar negeri sudah berpengalaman.

"Saya pernah ikut lomba maraton di Malang, tapi hanya finis nomor 13," ucap Juan. "Yang menang ketika saya ikut turnamen sepak bola di NTT. Tim saya juara ketiga," tambah dia.

Lomba maraton lintas gunung itu, kata Juan, sangat berat. Berjarak 102 kilometer, peserta harus naik-turun gunung dengan kecuraman yang sangat tajam. Yang paling berat adalah ketika peserta harus berlari melewati tanjakan di sekitar kaldera Gunung Bromo. Selain peserta harus "memanjat" gunung dengan kemiringan sekitar 65 derajat, bau menyengat belerang dari kawah Bromo sangat menyiksa.

"Baunya saya tidak tahan. Hampir mau muntah. Ditambah napas mulai ngos-ngosan saat menapaki tanjakan tajam itu. Capeknya minta ampun. Tapi, saya terus lari. Ingat sama teman-teman yang terus mendukung saya," ujarnya.

Saking capeknya, Juan sempat nyaris putus asa. Dia sudah hendak menangis karena tidak kuat lagi. "Tapi, entah, tiba-tiba semangat saya bangkit lagi. Saya terus berlari di tebing-tebing gunung itu sampai finis. Bahkan nomor satu," imbuh putra pasangan Koptu Joao Chepeda dan Teresia Olivera Da Kosta tersebut. Menurut Juan, dirinya menyenangi olahraga lari jarak jauh, antara lain, untuk menghilangkan trauma lama. Apa itu" Sampai saat ini dia masih sering teringat kenangan pahit kerusuhan Timor Leste pada 1999. Kala itu Juan masih berusia tujuh tahun.

"Saya pernah berjalan melewati tumpukan orang-orang mati karena kerusuhan itu. Awalnya saya pelan-pelan melewati mayat-mayat tersebut. Tapi, begitu selesai, saya langsung lari ketakutan," ungkapnya dengan ekspresi ngeri. "Saya belum bisa melupakan itu," lanjutnya.

Karena itu, Juan lalu mencari cara untuk menghilangkan trauma yang sudah mendekam sekitar 14 tahun tersebut. Salah satu caranya adalah berolahraga lari. "Dengan lari, ingatan itu jadi tertumpuk. Saya juga melupakannya dengan bermain sepak bola," kata pemuda kelahiran 1 Maret 1992 yang keluarganya memilih menjadi warga Indonesia setelah Timor Leste memerdekakan diri.

Keikutsertaan Juan dalam lomba maraton Gunung Bromo Tengger Semeru itu juga dimaksudkan untuk melupakan trauma tersebut. Dia memang didorong teman-temannya di Imapala Unmer Malang untuk mengikuti lomba bergengsi tersebut.

SIAPA sangka Juanico Coli Chepeda yang tidak pernah ikut lomba lari jarak jauh bisa memenangi lomba maraton gunung internasional Bromo Tengger Semeru

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News