Garap Infrastruktur Butuh USD 550 M
Untuk Periode 2015-2020
jpnn.com - JAKARTA - Lemahnya infrastruktur cukup menggembosi roda perekonomian Indonesia. Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi pun tersendat. Direktur Kerja Sama Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) Bappenas Bastari Pandji Indra mengatakan, butuh dana besar untuk mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur di tanah air.
"Dalam lima tahun ke depan, kita butuh USD 550,3 miliar," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta kemarin (3/4).
Menurut Bastari, dana yang setara Rp 6.000 triliun itu dibutuhkan untuk membangun berbagai infrastruktur sepanjang periode 2015-2020. Mulai sektor transportasi, energi, perumahan, hingga telekomunikasi. "Kalau ingin ekonomi tumbuh baik, semua infrastruktur harus dibenahi," katanya.
Data Bappenas menunjukkan, infrastruktur jalan membutuhkan dana terbesar, yakni hingga USD 107 miliar. Lalu infrastruktur sumber daya air USD 91,6 miliar, infrastruktur air bersih dan sanitasi USD 55,9 miliar, serta transportasi laut USD 47,2 miliar. Kemudian energi dan gas USD USD 44,9 miliar, rumah dan permukiman USD 32,25 miliar, serta kereta api USD 23,3 miliar.
Selain itu, komunikasi dan teknologi informasi USD 20,3 miliar, penerbangan USD 15,2 miliar, transportasi perkotaan USD 13,9 miliar, listrik USD 9,7 miliar, serta feri, angkutan sungai dan penyeberangan (ASDP) USD 7,6 miliar.
Infrastruktur di berbagai bidang harus dibangun untuk mengejar ketertinggalan. Di samping itu, pembangunan infrastruktur besar-besaran juga diperlukan untuk mengakomodasi dan mengantisipasi tumbuh pesatnya masyarakat kelas menengah di Indonesia. "Makin maju ekonomi masyarakat, kebutuhan infrastruktur makin tinggi," ucapnya.
Meski demikian, Bastari mengakui kebutuhan dana infrastruktur USD 550 miliar itu tidak mudah didapat. Dia menyebut, pemerintah memiliki keterbatasan dana yang dialokasikan dalam APBN.
Karena itu, pemerintah akan mendorong partisipasi swasta maupun BUMN dalam pembangunan infrastruktur. "Ini dijalankan dengan skema public private partnership," ujarnya.
Namun, pemerintah harus bekerja lebih keras. Sebab, mayoritas proyek infrastruktur dengan skema PPP mengalami kendala dalam pelaksanaannya, sehingga banyak yang molor. Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy S. Priatna mengatakan, dari sekian puluh proyek PPP yang masuk rencana pemerintah sepanjang 2013, hanya satu yang selesai tepat waktu. Yakni jalan tol atas laut di Bali senilai Rp 2 triliun. "Itu pun sebenarnya proyek lama," katanya.
Dedy mengakui, molornya eksekusi proyek PPP disebabkan belum adanya lembaga atau institusi yang benar-benar bisa menjadi koordinator. Selain itu, banyak penyelenggara proyek, terutama pemerintah daerah yang tidak konsisten. "Awalnya bersedia dengan skema PPP, tapi lantas diambil alih sepihak dan kembali menggunakan dana APBD," katanya.
Dengan berbagai hambatan yang ada, Bappenas juga realistis bahwa seretnya realisasi proyek PPP masih berlanjut pada 2014. Diperkirakan, hanya ada satu proyek PPP yang bisa berjalan adalah PLTU 2 x 1.000 megawatt (MW) di Batang, Jawa Tengah. "Itu pun masih harus menunggu kejelasan pembebasan lahan," ucapnya. (owi/oki)
JAKARTA - Lemahnya infrastruktur cukup menggembosi roda perekonomian Indonesia. Akibatnya, laju pertumbuhan ekonomi pun tersendat. Direktur Kerja
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Bank Mandiri Perluas Kemandirian Finansial PMI lewat 'Mandiri Sahabatku' ke Jepang
- Kolaborasi Havaianas & GENTLEWOMAN Perkenalkan Sandal Flip-Flop Ikonis
- Pelita Air & Ditjen EBTKE Berkolaborasi Wujudkan Bandara Pondok Cabe Ramah Lingkungan
- Kapal Pertamina International Shipping Antarkan LPG ke Negara Baltik
- Yuk, Transaksi di MyPertamina, Ada Puluhan Promo Spesial Hingga Akhir Tahun
- SMRA Kembangkan Kawasan Summarecon Tangerang, Harga Mulai Rp 900 Jutaan