Gebyuran Bustaman Menjelang Ramadan, Tradisi Ratusan Tahun Warisan Kiai Bustam
Ada pula kegiatan pengajian, ziarah bersama, pentas musik, dan iringan rebana di kampung padat penduduk itu.
Ratusan warga yang hendak ikut perang air melumuri wajah mereka dengan bedak terlebih dahulu. Selanjutnya, lumuran bedak itulah yang akan dibersihkan dengan tradisi gebyuran tersebut.
Gebyuran Bustaman dimulai setelah salat Asar. Suara bedug dan kentungan masjid menandai perang air dimulai.
Air yang dibungkus plastik warna-warni pun melayang dari tangan-tangan warga. Peserta Gebyuran Bustaman terdiri dari berbagai kelompok umur.
Baik anak-anak maupun orang tua saling melemparkan air hingga basah kuyup. Tradisi perang air itu baru berakhir mengelang magrib.
Sesepuh Kampung Bustaman, Hari Bustaman, mengatakan warga memaknasi tradisi gebyuran itu sebagai prosesi penyucian diri sebelum memasuki Ramadan.
“Badan basah kuyup disiram air untuk menghapus kesalahan dan dosa," kata Hari.
Keturunan Kiai Bustam itu mengatakan gebyuran tersebut sudah dilakukan sejak 1743. Tradisi itu juga untuk menghormati Kiai Bustam yang telah membuat sumur di kampung itu.
Melihat Gebyuran Bustaman menjelang Ramadan, tradisi ratusan tahun warisan Kiai Bustam.
- Ini Profil 5 Penerima Penghargaan Anugerah Kebudayaan Indonesia 2024 Kategori Pelestari
- Ritual Sakral Ajun Arah Ditampilkan di Festival Lek Nagroi, Bentuk Pelestarian Tradisi
- Menko Airlangga Hadiri Tradisi Penyebaran Apem Yaa Qawiyyu di Klaten, Simak Pesannya
- Kemendikbudristek Hadirkan Ragam Eksotik Tradisi Budaya dan Kesenian Modern Bali
- Ini Daftar Pemenang Anugerah Syiar Ramadan 2024
- Plt Sekjen MPR Berharap Silaturahmi Antarpegawai dan Para Purnabakti jadi Tradisi