Gebyuran Bustaman Menjelang Ramadan, Tradisi Ratusan Tahun Warisan Kiai Bustam

Ada pula kegiatan pengajian, ziarah bersama, pentas musik, dan iringan rebana di kampung padat penduduk itu.
Ratusan warga yang hendak ikut perang air melumuri wajah mereka dengan bedak terlebih dahulu. Selanjutnya, lumuran bedak itulah yang akan dibersihkan dengan tradisi gebyuran tersebut.
Gebyuran Bustaman dimulai setelah salat Asar. Suara bedug dan kentungan masjid menandai perang air dimulai.
Air yang dibungkus plastik warna-warni pun melayang dari tangan-tangan warga. Peserta Gebyuran Bustaman terdiri dari berbagai kelompok umur.
Baik anak-anak maupun orang tua saling melemparkan air hingga basah kuyup. Tradisi perang air itu baru berakhir mengelang magrib.
Sesepuh Kampung Bustaman, Hari Bustaman, mengatakan warga memaknasi tradisi gebyuran itu sebagai prosesi penyucian diri sebelum memasuki Ramadan.
“Badan basah kuyup disiram air untuk menghapus kesalahan dan dosa," kata Hari.
Keturunan Kiai Bustam itu mengatakan gebyuran tersebut sudah dilakukan sejak 1743. Tradisi itu juga untuk menghormati Kiai Bustam yang telah membuat sumur di kampung itu.
Melihat Gebyuran Bustaman menjelang Ramadan, tradisi ratusan tahun warisan Kiai Bustam.
- Bank Mandiri Hadirkan Posko Layanan untuk Pemudik, Catat Lokasinya!
- Gandeng UMKM, Pelindo Solusi Logistik Tebar Keberkahan di Ramadan
- Alfamidi Gelar Mudik Gratis 2025, Berangkatkan 1.200 Pemudik ke Kampung Halaman
- Keraton Surakarta Hadiningrat Salurkan Zakat Fitrah untuk 950 Abdi Dalem
- Puncak Arus Mudik Jateng Diprediksi Sabtu Pagi, Gubernur Luthfi Minta Pemudik Waspada
- Bersyukur Ramadan Lancar, Teuku Ryan Bilang Begini